A. Candi-Candi
1. Candi Borobudur
berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur
sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama
sebagaipuncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa
stupa.
Borobudur
adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang
dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para
penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa
pemerintahan wangsa Syailendra
2.
Candi Mendut
Ciri-Cirinya:
Hiasan yang
terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan
ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera
dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah
sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut,
kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari
candi Borobudur. Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari
dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi,
disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang
artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de
Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
3.
Candi Ngawen
Ciri-Ciri nya :
Candi ini
terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda
dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha
dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada
pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak
cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha
yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di
desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini
dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram
Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam
prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
4. Candi Lumbung
Ciri-cirinya
:
Dikelilingi
oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relative cukup bagus
Candi Lumbung
adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan,
yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad
ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu
candi utama (bertema bangunan candi Buddha).
B. Patung-Patung
1. Patung di Candi Borobudur

Borobudur adalah sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Borobudur adalah candi atau kuil Buddha terbesar di dunia, sekaligus salah satu monumen Buddha terbesar di dunia.
2. Patung Gajah Mada (Kerajaan Majapahit)
Gajah Mada (wafat k. 1364) adalah seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit Menurut berbagai sumber mitologi, kitab, dan prasasti dari zaman Jawa Kuno, ia memulai kariernya tahun 1313, dan semakin menanjak setelah peristiwa pemberontakan Ra Kuti pada masa pemerintahan Sri Jayanagara, yang mengangkatnya sebagai Patih.Ia menjadi Mahapatih (Menteri Besar) pada masa Ratu Tribhuwanatunggadewi , dan kemudian sebagai Amangkubhumi (Perdana Menteri) yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya.
Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya, yaitu Sumpah Palapa, yang tercatat di dalam Pararaton Ia menyatakan tidak akan memakan palapa sebelum berhasil menyatukan Nusantara. Meskipun ia adalah salah satu tokoh sentral saat itu, sangat sedikit catatan-catatan sejarah yang ditemukan mengenai dirinya. Wajah sesungguhnya dari tokoh Gajah Mada, saat ini masih kontroversial. Pada masa sekarang, Indonesia telah menetapkan Gajah Mada sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan merupakan simbol Nasionalisme] dan persatuan Nusantara.
3. Patung Prajna Paramita (Kerajaan Singasari)
Arca perwujudan Bodhisattwadewi (bodhisattwa wanita) Prajnaparamita yang paling terkenal adalah arca Prajnaparamita dari Jawa kuno. Arca ini diperkirakan berasal dari abad ke-13 Masehi pada era kerajaan Singhasari. Arca ini ditemukan di reruntuhan Cungkup Putri dekat Candi Singhasari, Malang, Jawa Timur. Menurut kepercayaan setempat, arca ini adalah perwujudan Ken Dedes ratu pertama Singhasari, mungkin sebagai arca perwujudan anumerta beliau. Akan tetapi terdapat pendapat lain yang mengaitkan arca ini sebagai perwujudan Gayatri, istri Kertarajasa raja pertama Majapahit. Arca ini pertama kali diketahui keberadaannya pada tahun 1818 atau 1819 oleh D. Monnereau, seorang aparat Hindia Belanda. Pada tahun 1820 Monnereau memberikan arca ini kepada C.G.C. Reinwardt, yang kemudian memboyongnya ke Belanda dan akhirnya arca ini menjadi koleksi Rijksmuseum voor Volkenkunde di kota Leiden. Pada Januari 1978 Rijksmuseum voor Volkenkunde (Museum Nasional untuk Etnologi) mengembalikan arca ini kepada Indonesia, dan ditempatkan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta hingga kini. Kini arca yang luar biasa halus dan indah ini ditempatkan di lantai 2 Gedung Arca, Museum Nasional, Jakarta.
C. Seni Ukir
1. Mihrab (Kerajaan Demak)

pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang
tahun 1401 Saka yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479 M.
Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan
bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Atap tengahnya ditopang oleh empat
buah tiang kayu raksasa (saka guru), yang dibuat oleh empat wali di
antara Wali Songo. Saka sebelah tenggara adalah buatan Sunan Ampel,
sebelah barat daya buatan Sunan Gunung Jati, sebelah barat laut buatan
Sunan Bonang, sedang sebelah timur laut yang tidak terbuat dari satu
buah kayu utuh melainkan disusun dari beberapa potong balok yang diikat
menjadi satu (saka tatal), merupakan sumbangan dari Sunan Kalijaga.
Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan
tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau pangeran Sabrang Lor),
sultan Demak ke-2 (1518-1521 M) pada tahun 1520.
2. Pasir Awi (Kerajaan Tarumangara)

Prasasti Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m
dpl) di kawasan hutan perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan
Sukamakmur (antara Kec. jonggol dan Kec. Citeureup)kabupaten Bogor
tepatnya pada koordinat 0°10’37,29” BB (dari Jakarta) dan 6°32’27,57”.
Berada di puncak ketinggian perbukitan, dengan arah tapak kaki atau
posisi berdiri menghadap ke arah utara-timur. Posisi berdiri berada di
sisi yang curam yang memberikan pandangan luas ke wilayah bukit dan
lembah di bawahnya. Secara spesifik, jika kita berdiri persis di atas
tapak kaki, kita merasakan posisi berdiri yang cukup santai dan tanpa
perasaan takut walaupun berada di sisi yang curam.
Prasasti Pasir Awi telah diketahui sejak tahun 1867 dan dilaporkan sebagai prasasti Ciampea. Peninggalan sejarah ini dipahat pada batu alam. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki. Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.
Prasasti Pasir Awi telah diketahui sejak tahun 1867 dan dilaporkan sebagai prasasti Ciampea. Peninggalan sejarah ini dipahat pada batu alam. Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang telapak kaki. Prasasti ini pertama kali ditemukan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864.
3. Prasasti Kalasan (Kerajaan Mataram Hindu)

Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Klasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sansekerta.
Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para Pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.
Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.147 di Museum Nasional Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar