Kamis, 04 Juni 2015

Hari-Hari Suci dan tempat-tempat Suci Agama Buddha



A.    Pendahuluan
Agama Hindu masuk ke Bali tak lepas dari pengaruh kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Gadjah Mada yang dipukul mundur oleh Kerajaan Islam Demak dari pulau Jawa.[1] Walaupun sejarah masuknya Hindu di Bali masih simpang siur, akan tetapi pengaruh Majapahit ini cukup mendominasi. Dalam masa dewasa ini, Bali seakan menjadi pusat Hindu di Indonesia yang memiliki daya tarik tersendiri. Setiap mendengar agama di Bali maka yang terpikirkan adalah agama Hindu, dan mendengar agama di Jawa identik dengan Islam, walaupun sejarah Hindu sebenarnya berasal dari pulau Jawa.
Sedangkan agama Buddha bukan agama baru dalam sejarah bangsa Indonesia, tetapi adalah agama yang sudah lama berkembang di bumi Nusantara ini. Agama Buddha telah mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman keemasan yang jaya dalam zaman kedatuan Sriwijaya dan dalam zaman keprabuan Majapahit.[2] Bahkan agama Buddha telah berhasil mewujudkan hasil karya budaya bangsa Indonesia yang agung, yaitu candi Borobudur, yang merupaka salah-satu keajaiban dunia.
Maka dari itu dalam makalah ini akan dibahas beberapa sejarah tentang hari-hari suci agama Hindu dan Buddha, serta peradaban-peradaban yang ditinggalkan oleh masa kejayaan Hindu-Buddha seperti candi-candi yang dijadikan symbol kejayaan Hindu-Buddha di Nusantara ketika itu.
I.         Agama Buddha

A.    Hari-Hari Suci Agama Buddha

1.      Hari Waisak
Waisak atau Waisaka (Pali; Sanskrit: Vaiśākha वैशाख) merupakan hari suci agama buddha. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Saga Dawa di Tibet, Vesak di Malaysia, dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sansekerta. Di beberapa tempat disebut juga sebagai "hari Buddha".[3]
Dirayakan dalam bulan Mei pada waktu terang bulan (purnama sidhi) untuk memperingati 3 (tiga) peristiwa penting, yaitu :
  1. Lahirnya pangeran Siddharta di Taman Lumbini pada tahun 623 S.M.,
  2. Pangeran Siddharta mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha di Buddha-Gaya (Bodhagaya) pada usia 35 tahun pada tahun 588 S.M.
  3. Buddha Gautama Parrinibana (wafat) di Kusinara pada usia 80 tahun pada tahun 543 S.M.
Tiga peristiwa ini dinamakan "Trisuci Waisak". Keputusan merayakan Trisuci ini dinyatakan dalam Konferensi Persaudaraan Buddhis Sedunia (World Fellowship of Buddhists - WFB) yang pertama di Sri Lanka pada tahun 1950. Perayaan ini dilakukan pada purnama pertama di bulan mei. Waisak sendiri adalah nama salah satu bulan dalam penanggalan India Kuno. Perayaan Hari Waisak di Indonesia mengikuti keputusan WFB. Secara tradisional dipusatkan secara nasional di komplek Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah.
Rangkaian perayaan Waisak nasional secara pokok adalah sebagai berikut]
  1. Pengambilan air berkat dari mata air (umbul) Jumprit di Kabupaten Temanggung dan penyalaan obor menggunakan sumber api abadi Mrapen Kabupaten Grobogan
  2. Ritual "Pindapatta", suatu ritual pemberian dana makanan kepada para bhikkhu/bhiksu oleh masyarakat (umat) untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melakukan kebajikan.
  3. Samadhi pada detik-detik puncak bulan purnama. Penentuan bulan purnama ini adalah berdasarkan perhitungan falak, sehingga puncak purnama dapat terjadi pada siang hari.
Selain tiga upacara pokok tadi dilakukan pula pradaksina, pawai, serta acara kesenian.
Hari Raya Waisak, bersamaan dengan Hari Raya Nyepi, ditetapkan sebagai hari libur nasional berdasarkan Keppres Nomor 3 tahun 1983 tanggal 19 Januari 1983.
2.      Asadha
Peristiwa suci Asadha merupakan peristiwa yang mempunyai arti yang amat penting, bahkan mempunyai nilai keramat bagi kemanusiaan. Sebab, dengan terjadinya peristiwa Asadha itulah, maka sampai saat ini umat Buddha masih dapat mengenal Buddha Dhamma yang merupakan rahasia hidup dan kehidupan ini. Buddha Dhamma yang indah pada awalnya, indah pada pertengahannya, dan indah pada akhirnya.
Hari suci Asadha memperingati tiga peristiwa penting, yaitu :
  1. Khotbah pertama Sang Buddha kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana.
  2. Terbentuknya sangha Bhikkhu yang pertama.
  3. Lengkapnya Tiratana/Triratna ( Buddha, Dhamma, dan Sangha ).
Tepat dua bulan setelah mencapai Penerangan Sempurna, Sang Buddha membabarkan Dhamma untuk pertama kalinya kepada lima orang pertapa di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Mereka yang kemudian disebut Panca Vaggiya Bhikkhu ini adalah Kondanna, Bhaddiya, Vappa, Mahanama, dan Assaji.
Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Sang Buddha membentuk Sangha Bhikkhu yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Sang Buddha ).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Sang Buddha sebagai guru dan teladannya.

3.      Kathina
Hari Suci Kathina atau Khathina Puja merupakan hari bakti umat Buddha kepada Sangha. Sangha merupakan persaudaraan para bhikkhu / bhikkhuni. Sangha merupakan lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta ini. Sangha merupakan pewaris dan pengamal Buddha Dhamma yang patut dihormati. Dengan adanya Sangha, yang anggotanya menjalankan peraturan-peraturan kebhikkhuan (vinaya) dengan baik. Buddha Dhamma akan berkembang terus di dunia ini. Sangha merupakan pemeliharaan kitab Suci Tipitaka / Tripitaka.
Umat Buddha berterima kasih kepada Sangha dengan menyelenggarakan perayaan Kathina Puja. Umat Buddha berterima kasih kepada para bhikkhu / bhikkhuni yang telah menjalankan masa vassa di daerah mereka, dengan mempersembahkan Kain Kathina (Kathinadussam) yang berwana putih sebagai bahan pembuatan jubah Kathina.
Kathina Puja diselenggarakan selama satu bulan, mulai dari sehari sesudah para bhikkhu / bhikkhuni selesai menjalankan masa vassa. Masa vassa adalah masa musim hujan di daerah kelahiran Sang Buddha. Lamanya masa vassa adalah tiga bulan, yaitu sehari sesudah bulan purnama penuh dibulan Asadha (Juli) sampai dengan sehari sebelum hari Kathina (Oktober). Selama masa vassa, para bhikkhu / bhikkhuni harus berdiam di suatu tempat (vihara) yang telah ditentukan.
B.     Pengertian dan Fungsi Vihara
Pada jaman Buddha masih hidup vihara digunakan sebagai tempat tinggal para bhikkhu. Sekarang vihara beralih fungsi sebagai tempat untuk melaksanakan puja bakti atau persembahan puja dari umat Buddha kepada sang Buddha.

Vihara yang lengkap terdiri dari:
  1. Uposathagara, yaitu gedung uposatha (pesamuan para bhikkhu), uposathagara merupakan suatu tempat di vihara  yang digunakan untuk  melakukan kegiatan yang berhubungan dengan penerangan vinaya, penabisan bhikkhu, untuk upacara pembacaan patimokha yaitu 227 peraturan kebhikkhuan pada bulan gelap dan bulan terang, upacara untuk mengakui kesalahan-kesalahan para bhikkhu pada saat melaksanakan vassa, tempat untuk melakukan upacara persembahan jubah khatina.
  2. Dhammasala atau dharmasala, yaitu tempat puja bakti dan pembabaran dhamma. Ditempat inilah umat Buddha melakukan puja bakti  dan mendengarkan uraian dhamma dari para bhikkhu, pandita atau dharmaduta.
  3. Kuti, yaitu tempat tinggal untuk para bhikkhu, bhikkhuni, samanera dan samaneri. Didalam kuti para bhikkhu, bhikkhuni, samanera dan samaneri tinggal, melatih diri, seperti bermeditasi.
  4. Perpustakaan, sama seperi fungsi perpustakaan lainya yaitu sebagai tempat untuk buku-buku agama atau yang isinya berhubungan dengan keagamaan dan berbagai pengetahuan lainya. Juga merupakan tempat menyimpan kitap suci. Perpustakaan bisa digunakan untuk para bhikkhu maupun umat awam yang ingin belajar dhamma.
  5. Pohon Bodhi, pohon kebijaksanaan yang mengingatkan pada pencerahan dari pertapa gotama.
Di vihara umat Buddha melakukan penghormatan kepada buddharupang (patung Buddha) sebagai simbolis dari perwujudan tubuh Buddha. Umat bisa melakukan bakti sosial, sharing dhamma, dan berbagai kegiatan lainya yang berhubungan dengan keagamaan di vihara.
.

C.    Candi-Candi Buddha di Indonesia

1.      Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagaipuncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra
borobudur.jpg
2.      Candi Mendut
Ciri-Cirinya:

Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa kilometer dari candi Borobudur. Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
candi-mendut.jpg
3.      Candi Ngawen
 Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.

4.      Candi Lumbung
Ciri-cirinya :
Dikelilingi oleh 16 buah candi kecil yang keadaannya masih relative cukup bagus
Candi Lumbung adalah candi Buddha yang berada di dalam kompleks Taman Wisata Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah. Menurut perkiraan, candi ini dibangun pada abad ke-9 pada zaman Kerajaan Mataram Kuno. Candi ini merupakan kumpulan dari satu candi utama (bertema bangunan candi Buddha).
              

5.      Candi Banyunio
Candi Banyunibo yang berarti air jatuh-menetes (dalam bahasa Jawa) adalah candi Buddha yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko, yaitu di bagian sebelah timur dari kota Yogyakarta ke arah kota Wonosari. Candi ini dibangun pada sekitar abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno. Pada bagian atas candi ini terdapat sebuah stupa yang merupakan ciri khas agama Buddha.
Ciri-cirinya:
Keadaan dari candi ini terlihat masih cukup kokoh dan utuh dengan ukiran relief kala-makara dan bentuk relief lainnya yang masih nampak sangat jelas. Candi yang mempunyai bagian ruangan tengah ini pertama kali ditemukan dan diperbaiki kembali pada tahun 1940-an, dan sekarang berada di tengah wilayah persawahan.
II.                Aneka Candi di Indonesia
Drs. R. Soetarno dalam buku Aneka Candi Kuno di Indonesia membagi candi-candi berdasarkan tempat candi berada dan dikelompokkan menjadi (1) Jawa Tengah Selatan, (2) Jawa Tengah Utara, (3) Jawa Timur dan (4) Luar Jawa. Mengenai candi-candi di Luar Jawa itu dibagi lagi menjadi (a) Kelompok Candi Muara Takus, (b) Kelompok Candi Gunung Tua dan (c) Kelompok Candi di Gunung Kawi, Tampak Siring.[4]
Candi-candi di Jawa Utara besifat Hindu, sedang di Jawa Tengah bagian Selatan (kecuali Candi Prambanan dan Candi-Candi kecil) bersifat Buddha. Kenyataan ini nantinya mendukung bahwa Raja Sanjaya sebagai Raja pertama yang beragama Syiwa memiliki kekuasaan dibagian utara wilayah Jawa Tengah. Sedangkan wilayah kekuasaan dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana berada dibagian selatang Jawa Tengah.


[1] Muljana Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Indonesia. (Yogyakarta: LKiS Printing Cemerlang). 2005
[2] Taher Tarmizi, Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Umat Beragama di Indonesia. (Jakarta: 1997)
[4] Tim Penyusun, Kapita Selekta Agama Buddha. (Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi Jakarta). 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar