Ajaran Hindhu Dharma Tentang Etika (Susila)
A.
Kerangka Dasar Agama Hindu
Agama Hindu
mempunyai bangunan dasar agama yang sangat ketat, hal ini sebagai pedoman bagi
umat Hindu dalam menjalankan ibadah serta syariat agamanya sehari-hari.Semua
ajaran tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda dan
Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya. Kerangka dasar agama Hindu tersebut
ialah:
- Tattwa atau Filsafat Agama Hindu
- Susila atau Etika Agama Hindu
- Upacara atau Ritual Agama Hindu
Bagi umat Hindu
menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu kewajiban
dan sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan
sungguh-sungguh melaksanakan ketiga kewajiban tersebut.
Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila
sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.Sebagai bentuk
rasa syukur kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci
yaitu berupa upacara atau ritual.
B. Pengertian Etika dalam Agama Hindu
Dalam agama
Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata, su
yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku
perbuatan manusia yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu
dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya
suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus
ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan
damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih,
rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika itu
karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.
Etika
menjadikan kehidupan masyarakat menjadi harmonis, karena saling menjunjung
tinggi rasa saling menghargai antar sesama dan saling tolong menolong. Dengan
etika akan membina masyarakat untuk menjadi anggota keluarga dan anggota
masyarakat yang baik, menjadi warga negara yang mulia.
C. Tujuan Etika dalam Agama Hindu
Tujuan
diperintahkannya untuk menjalankan antara lain:
- Untuk membina agar umat Hindu dapat memelihara hubungan baik, hidup rukun dan harmonis di dalam keluarga maupun masyarakat.
- Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah laku yang baik, kepada setiap orang tanpa pandang bulu.
- Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur.
- Untuk menghindarkan adanya hukum rimba di masyarakat, dimana yang kuat selalu menindas yang lemah.
Dengan
tujuan-tujuan tersebut diharapka umat Hindu menjadi manusia yang berbudi luhur,
cinta kedamaian, dan hidup rukun dalam negara dan bangsa.
A.
Pengertian Tat
Twam Asi
Tat twam asi (bahasa Sanskerta) adalah kalimat Sanskerta.
Secara harfiah, kalimat ini berarti "Itu adalah kau" (jika
dipadankan dengan bahasa Inggris dari rumpun bahasa
Indo-Eropa maka diartikan That [tat] thou [twam] art [asi] atau That
you are). Kalimat ini merupakan salah satu Mahāvākya (Semboyan
Utama) dalam Sanatana Dharma berlandaskan Weda.Mulanya
kalimat ini muncul dalam kitab Chandogya Upanishad 6.8.7, dalam
dialog antara Udalaka dan putranya, Swetaketu; kalimat ini
muncul pada bagian akhir, dan diulang-ulang pada bagian selanjutnya. Makna
kalimat ini adalah sang diri—dalam kondisi asli, murni, tulen—merupakan bagian
yang identik atau persis dengan kebenaran sejati yang merupakan dasar atau asal
dari segala fenomena di dunia.
Perguruan Adwaita yang
didirikan Adi Shankara menekankan pentingnya Mahāvākya tersebut
(dan tiga lainnya dari tiga Upanishad lainnya). Tat
twam asi berarti "itu adalah kau". "Kau" di sini
mengacu pada substrat yang tak lepas dari setiap individu. Hal tersebut
bukanlah tubuh, pikiran, panca indra, atau sesuatu yang dapat teramati. Hal
tersebut adalah sesuatu yang paling dasar, jauh dari segala sifat keakuan.Dalam
pengertian ini, "kau" berarti atman. Entitas yang dimaksud
dengan kata "itu", menurut Weda, adalah Brahman,
realitas yang melampaui segala sesuatu yang terbatas.
Perguruan Weda lainnya
memberikan penafsiran yang berbeda-beda mengenai kalimat tersebut:
·
Suddhadwaita:
kesatuan dalam "esensi" antara 'tat' dan diri individu; namun 'tat'
adalah keseluruhan sementara sang diri hanyalah bagian.
·
Wisistadwaita:
identitas diri individu sebagai bagian dari keseluruhan yang dinyatakan oleh
'tat', yaitu Brahman.
·
Dwaitadwaita:
kesamaan dan perbedaan yang setara antara sang diri sebagai bagian dari suatu
keseluruhan yang dinyatakan dengan 'tat'.
·
Acintya
Bheda Abheda: kesatuan dan perbedaan yang tak terpikirkan/sulit dibayangkan
antara sang diri sebagai bagian dari keseluruhan yang dinyatakan dengan 'tat'.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tat_twam_asi)
Tat Twam Asi berasal dari ajaran agama Hindu di
India. Artinya : “aku adalah engkau, engkau adalah aku”.
Filosofi yang termuat dari ajaran ini adalah bagaimana kita bisa berempati,
merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang yang di dekat kita. Ketika kita
menyakiti orang lain, maka diri kita pun tersakiti. Ketika kita mencela orang
lain, maka kita pun tercela. Maka dari itu, bagaimana menghayati perasaan orang
lain, bagaimana mereka berespon akibat dari tingkah laku kita, demikianlah
hendaknya ajaran ini menjadi dasar dalam bertingkah laku.
Di dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat” berasal dari suku kata ”tad” yang
berarti ”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal dari suku kata ”yusmad” yang
berarti ”kamu” dan ”asi” berasal dari urat kata ” as(a) ” yang berarti
”adalah”. Jadi secara sederhana kata ”Tat Twam Asi” bisa diartikan ” kamu adalah dia” atau ”dia adalah kamu”. Di dalam Katha
Upanisad dinyatakan.
“nityo nityanam cetanas
cetananam
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam”
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam”
Artinya:
“Diantara kepribadian yang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian
yang menyediakan keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang
bijaksana yang memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di
alamNya yang rohani akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain,
yang tidak memujaNya tidak akan mencapai kedamaian”.

“mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati”
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati”
Artinya:
“Para makhluk hidup di dunia material ini merupakan percikan terkecil dari
diriku yang kekal. Disebabkan oleh keterikatan hidup, mereka berjuang keras
untuk menghadapi 6 indria termasuk pikiran”.

Semua sifat ini dimiliki oleh para makhluk hidup dalam jumlah yang terbatas, sedangkan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa memiliki sifat tersebut
dalam jumlah yang tidak terbatas. Perbedaan lainnya adalah sifat murni yang
dimiliki oleh makhluk hidup sangat mudah diselubungi oleh khayalan sedangkan
sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak pernah terselubungi. Dengan demikian,
meskipun makhluk hidup penuh kebahagiaan, namun karena diselubungi oleh
khayalan, makhluk hidup di dunia material ini berjuang keras untuk mencapai
kebahagiaan dengan berbagai cara.
Jadi ini adalah salah satu pengertian dari kata “Tat Twam Asi”, yang secara
sederhana bisa diringkas sebagai berikut ”kamu para makhluk hidup mempunyai
sifat yang sama dengan Dia (Tuhan). Karena makhluk hidup mempunyai kesamaan
dengan Tuhan, maka dengan menginsyafi dirinya melalui proses Yoga, seseorang
akan mendapat contoh dan pengertian tentang Tuhan. Seperti halnya dengan
mengerti unsur yang menyusun setetes air laut, kita sudah bisa dianggap
mengerti seluruh air di lautan tetapi di dalam jumlah yang berbeda. Dengan
mempelajari setetes air laut kita akan bisa membayangkan unsur yang sama yang ada
di dalam lautan, namun memiliki kekuatan dan jumlah yang jauh lebih besar.

Di dalam kata “Tat Twam Asi”, kata
’tat- tvam’ bisa dianggap sebagai suatu gabungan kata di dalam sebuah kalimat.
Kalimat ini berasal dari kalimat ”tasya tvam”, kemudian ketika digabungkan,
kata ”tasya” kembali ke kata dasarnya, yaitu ”tad”. Maka akan menjadi
”tad-tvam”. Kemudian berdasarkan aturan sandi, hurup ”d” yang diikuti oleh
huruf ”t” akan berubah menjadi ”t”, maka kita menemukan kata ”tat tvam”.
Untuk membentuk sebuah kalimat, maka kata-kata yang digabungkan harus
memiliki kata kerja. Dengan demikian kata kerja ”as(a)” yang berarti ”adalah”
ditambahkan di dalam kalimat tersebut. Karena tvam (kamu) adalah orang kedua
tunggal, maka kata kerja ”as(a)”, berdasarkan aturan tata bahasa Sansekerta
akan berubah menjadi ”asi”. Dengan demikian kita mendapatkan kata “Tat Twam Asi”, yang artinya kamu adalah milik-Nya. Kalimat ”Kamu adalah
milik-Nya”, berarti semua makhluk hidup
merupakan milik kepribadian Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Ida Sang Hyang
Widhi Wasa adalah sumber segala sesuatu, dan segala seuatu berada di bawah
kendali Beliau. Pernyataan ini juga ditemukan di dalam Bhagavad Gita sebagai
berikut:
“aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah”
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah”
Artinya:
“Aku adalah sumber dari segala sesuatu baik alam material maupun alam
rohani. Segala sesuatu berasal dari diriKu. Orang bijaksana yang mengetahui ini
secara sempurna menekuni pengabdian suci bhakti dan menyembahKu dengan sepenuh
hatinya”.
Dengan demikian, ini merupakan tugas dari semua makhluk hidup, khususnya
umat manusia untuk mengabdikan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Singkat kata, arti kedua yang bisa diambil dari kata tat tvam asi adalah
sebagai berikut, “kita semua sebagai makhluk hidup merupakan milik Ida Sang
Hyang Widhi Wasa yang berkewajiban untuk menyembah Beliau”.
Pengertian yang lain dari kalimat
tat tvam asi adalah berhubungan dengan ”Jiva”, yang nantinya akan menghubungkan
kita dengan hukum karma phala. ”Kamu adalah dia” dan ”dia adalah kamu” bisa
juga diartikan bahwa kita, para jiva, yang merupakan percikan terkecil dari Ida
Sang Hyang Widhi Wasa, atau dengan kata lain sebagai ciptaan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa, mempunyai sifat dan hak yang sama antara yang satu dengan yang
lain. Karena itu, ketika kita melakukan suatu karma atau aktivitas, itu akan
selalu berhubungan dengan makhluk lain.
·
Konsep Tat Twam
Asi dalam mewujudkan Kreta Jagadhita
Dalam Hindu
untuk mewujudkan Kreta Jagadhita atau menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan
perlu didasari atas konsepsi “Tat Twam Asi” yang mengisyaratkan pentingnya
solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat sehingga terbentuk kehidupan
masyarakat yang sejahtera. Dalam kitab Bhagawata Purana: 10.22.35 disebutkan
sebagai berikut:
“Adalah kewajiban bagi setiap
orang untuk mendedikasikan (membaktikan) hidupnya, intelejensi (kepandaiannya),
kekayaannya, kata-katanya, dan pekerjaannya bagi kesejahteraan mahluk lain”

Dalam ajaran
Kitab suci Veda, agar terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita dijelaskan
secara gamblang dalam ajaran “Tat Twam Asi”. Ajaran “Tat Twam Asi” merupakan
ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya,
dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong
diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri
(Upadesa, 2002: 42). Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara.Hakekat atman
yang menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu
Tuhan.Atman yang menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil
dari Tuhan.Kita sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan.
Sesungguhnya
filsafat “Tat Twam Asi” ini mengandung makna yang sangat dalam. Tatwam asi
mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk
lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan
orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan
sebaliknya bantulah orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena
sebenarnya semua tindakan kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan
diamalkan dengnan baik, maka akan tyerwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad
dikatakan: “Brahma atma aikhyam”, yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.
·
Implementasi konsep Tat Twam Asi dalam mewujudkan Kreta Jagadhita
Sistem kekeluargaan dan kekerabatan
adalah sebuah ciri yang melekat pada seluruh kebudayaan di
Indonesia.Tidak terkecuali pada masyarakat Hindu di Bali.Sistem tersebut
menjadi hukum adat bagi terciptanya hubungan antara
manusia dengan manusia. Hubungan
antarmanusia dalam ajaran Hindu di Bali tertuang dalam filosofi “Tat Twam Asi” sebagai dasar hukum. Secara harfiah Tat artinya
ia, Twam artinya kamu, dan Asi artinya adalah. Secara keseluruhan
berarti “ ia adalah kamu”. Saya adalah kamu dan segala mahkluk adalah
sama. Ini berarti menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Dan menyakiti
orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Prinsip dasar Tat Twam Asi
ini dalam kehidupan adat Bali diberi pengertian ke dalam asas-asas sebagai berikut:
a.
Asas suka duka, artinya dalam suka dan duka dirasakan bersama-sama.
b.
Asas paras paros, artinya orang lain adalah bagian dari diri sendiri dan
diri sendiri adalah bagian dari orang lain.
c.
Asas salunglung sabayantaka, artinya baik buru, mati
hidup ditanggung bersama.
d.
Asas saling asih, saling asah, saling asuh, artinya saling menyayangi atau
mencintai, saling memberi dan mengoreksi, serta saling tolong menolong antar
sesama hidup.
Masyarakat Hindu Bali biasanya
menyediakan diri untuk datang ke rumah atau ke tempat warga masyarakat yang
lain yang mempunyai atau mengadakan suatu kegiatan misalnya upcara,
membangun rumah, selamatan dan lain-lain. Aktifitas ini merupakan
pengejawantahan dari asas “Tat Twam
Asi”, yang lebih dikenal dengan nama Metelulung.
Selain itu, ada juga adat mejotan,
yaitu memberi sejenis kue atau makanan atau buah-buahan
kepada tetangga atau sahabat-sahabat lainnya ketika seseorang mengadakan suatu
upacara atau selesai mengadakan selamatan tertentu.Dalam menjaga hubungan baik
antara manusia dengan manusia, rasa hormat memanglah sangat penting untuk
diperhatikan.Bagaimana anak muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai
yang muda.Penghormatan dalam masyarakat Bali tidak didasarkan atas ekonomi
atau kekayaan.
Dalam masyarakat Bali, ada tiga
kelompok yang dituakan, disebut Tri Kang Sinanggeh Werda (mahuta), di antaranya
sebagai berikut.
a.
Wahya Werda, mereka yang disebut tua karena usianya.
b. Jnana
Werda, mereka yang disebut tua karena ketinggian ilmu pengetahuannya, baik ilmu ketuhanan
keduniawian maupun kerohanian.
c.
Tepo Werda, mereka yang disebut tua karena telah banyak menimba pengalan
hidup.
Ketiga kelompok ini dalam masyarakat
adat Bali selalu mendapatkan penghormatan yang sesuai dengan kekuatan yang
dimiliki dan selalu diperhitungkan dalam setiap acara atau kegiatan sesuai
dengan proporsinya masing-masing. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa
menjaga hubungan antar sesama manusia merupakan wujud kepercayaan agama Hindu dan sebagai jalan untuk mewujudkan keselamatan dan kedamaian. Semua ini
tidak lain agar terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita.
Sebagai ilustrasi penerapan ajaran “Tat Twam
Asi” yang lain dalam kehidupan sehari-hari dicontohkan sebagai berikut:
Bila kita menunjuk orang lain dengan
menggunakan jari tangan, ternyata spontanitas hanya 2 (dua) jari saja menunjuk
orang lain, selebihnya 3 (tiga) jari lainnya menunjuk pada diri kita sendiri.
Kesimpulannya perbandingan prosentase menunjuk orang lain dan menunjuk diri
sendiri (40:60 %), lebih besar presentase yang ditujukan kepada diri sendiri.
Berarti bila kita mengatakan orang lain jahat, sesungguhnya diri kita sendiri
jauh lebih jahat dari orang lain yang kita tuduh berbuat kejahatan.
Demikian
juga sebaliknya, bila mengatakan baik kepada orang lain tentu diri kita lebih
baik dari mereka. Lebih parah lagi bila menunjuk dalam keadaan kesal, dongkol,
dan emosional tinggi tentu akan menunjuk orang lain dengan tangan dikepal, maka
sepenuhnya (100%) jari tangan menunjuk atau mengalamatkan apa yang diucapkan
itu tertuju pada diri kita sendiri. Pandangan ini mengkristal dalam upaya
membina terwujudnya kerukunan hidup beragama, kehidupan yang sejahtera (Kreta
Jagadhita) yang berlandaskan pada prinsip kebenaran ajaran “Tat Ttwam Asi. Oleh
karena itu, tidak alasan untuk menjelek-jelekkan atau menyakiti orang lain.
Maka dari itu berbuat baiklah kepada orang lain atau agama lain, bahkan kepada
semua makhluk hidup lainnya di muka bumi ini, tanpa terkecuali.

Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat
membina agar terjalinnya hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, dan asuh”
di antara sesama hidup. Dalam
Sarasamuscaya: 317, menyatakan:
“Orang arif
bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang rendah hati,
maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa sekalipun, walaupun
perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang
sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan
perbuatan jahat, sebab oprang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada
hakekatnya akan menghancurkan dirinya sendiri”

Melalui cara-cara seperti itu
diharapkan semakain sering diadakan temu muka antara tokoh-tokoh agama,
berkomunikasi langsung saling mengenal satu sama lainnya, duduk berdampingan
satu sama lainnya membahas masalah kerukunan. Sehingga semakin dapat
menghilangkan prasangka buruk sebagai bentuk kesalah pahaman diantara sesama
penganut umat beragama. Semua ini dapat terwujud hanya melalui terbinanya
kesadaran akan hidup bersama secara berdampingan, kesadaran saling membutuhkan, saling melengkapi satu sama lainnya, niscaya
kerukunan hidup beragama dapat terwujud. Kerukunan hidup beragama menjadi
dambaan kita semua, sebab bila hal ini terwujud, maka kita akan dapat merasakan
satu kedamaian. Kerukunan perlu dipupuk, dan dikembangkan dalam rangka
menumbuhkan rasa kesadaran umat beragama, sehingga terwujudnya rasa persatuan
dan kesatuan bangsa sesuai bunyi slogan lambang negara kita “Bhineka Tunggal
ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Ungkapan ini cocok dengan kondisi negara republik Indonesia yang terdiri
dari beraneka ragam agama, kebudayaan, adat istiadat, etnis dan lain
sebagainya, namun pada hakekatnya kita semua adalah satu, yaitu satu bangsa,
satu bahasa dan satu tanah air, sebagaimana telah diikrarkan dalam sumpah
pemuda.
Bila dihayati, keadaan yang beraneka ragam agama akan mewujudkan suatu
keindahan. Berbhineka dalam keesaan (berbeda dalam kesatuan/unity in
diversity). Seperti halnya saebuah taman bunga yang tumbuh di sekeliling taman
membuat taman menjadi indah. Kita sebagai komponen bangsa Indonesia harus
menyadarai kondisi yang demikian. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa
keberhasilan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia berkat tergalangnya
rasa persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga kita mampu mewujudkan kemerdekaan.
Selain implementasi di atas, contoh
yang lain adalah ketika kita
melakukan kegiatan yang saleh terhadap orang lain, seperti memberi sedekah.
Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, dengan demikian, sekarang dia
(salah satu roh) menerima sedekah dari kamu (yang juga merupakan sang roh),
maka suatu hari dia mesti dan pasti akan memberi sedekah kepadamu. Itu
merupakan hukum alam.
Sama halnya sekarang kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang,
karena sang roh diuraikan berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain
setelah meninggal di dalam proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha dehe kaumaram
yauvanam jara” , maka suatu hari nanti waktu akan mengatur dimana dia akan
mendapat badan manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat itu, giliran dia
yang akan membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di dalam bentuk
hukum alam.
Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil dari segi sosial
seperti contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, maka kita
harus berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti kita memperlakukan
diri kita sendiri. Kalimat “Tat Twam Asi” dalam arti ini sangat berhubungan
erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana seharusnya kita, sebagai
makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita yaitu alam
beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu
kita semestinya memelihara ciptaan Tuhan seperti kita memelihara diri kita
sendiri. Dengan demikian
kesejahteraan semua umat akan tercapai dengan diterapkannya konsep “Tat Twam
Asi” ini.

Dampaknya akan ada kasepekangi (pengucilan).
Kalau sudah kasepekang, sembahyang ke pura pun tidak boleh, apalagi mau
ngaben.Suatu saat nanti sepertinya perlu kuburan umum, desa umum dan pedanda
umum bagi mereka yang kena kasepekang. Dari contoh ini dapat kita lihat,
apabila ajaran “Tat Twam Asi” tidak bisa kita terapkan tentunya hanya akan
berdampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat, Kreta Jagadhita akan semakin
menjauh dari kehidupan kita, karena semua orang hanya akan menjalankan
kehendaknya sendiri, orang Bali menyebutnya “nganggoang
kite”. Dan sebaliknya apabila konsep ini diterapkan, tentunya tidak akan
ada istilah mustahil kesejahteraan akan
segera terwujud.
B.
Pengertian
Cubhakarma (perbuatan baik) dan jenis-jenisnya
Cubhakarma berasal dari bahasa sanskerta yang berarti perbuatan
baik. Cubhakarma terbagi menjadi 12 yaitu:
1. Tri Kaya Parisudha
Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu
berfikir yang bersih dan suci (manacika),
berkata yang benar (Wacika) dan
berbuat yang jujur (Kayika). Jadi
dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang
jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini
timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan pikiran, 4
macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan.
Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak
menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk
lain dan tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang
berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar
kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan.
Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah
tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap
harta benda dan tidak berjina.
2. Catur Paramita
Catur
Paramita adalah empat bentuk
budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa.
Maitri artinya lemah lembut, yang
merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Karuna adalah belas kasian atau kasih
sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya
pendertiaan segala makhluk. Mudita artinya
sifat dan sikap menyenangkan orang lain. Upeksa
artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain. Catur Paramita ini adalah
tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan.
3. Panca Yama Bratha
Panca Yama Brata
berasal dari tiga suku kata, yaitu panca berarti lima, yama
artinya pengendalian dan brata yang berarti keinginan. Panca Yama
Brata ialah lima keinginan untuk mengendalikan diri dari godaan-godaan
nafsu yang tidak baik. Lima macam pengendalian diri yang perlu diperhatikan
oleh umat Hindu ialah:
1.
Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh).Ahimsa berasal dari kata a
yang berarti tidak, dan himsa yang berarti membunuh atau menyakiti. Jadi
ahimsa berarti tidak membunuh atau tidak menyakiti orang (mahluk) lain.
Menyakiti apalagi membunuh adalah suatu perbuatan dosa yang besar dan dilarang
oleh Agama Hindu.
2.
Brahmacari (berpikir suci, bersih dan jernih).Brahmacari berasal dari
kata brahma yang berarti ilmu pengetahuan, dan car berarti
bergerak.Jadi brahmacari maksudnya bergerak atau bertingkah laku dalam
menuntut ilmu pengetahuan.Tegasnya bagaimana perilaku seseorang dalam
mempelajari ilmu pengetahuan tentang ajaran-ajaran yang termuat dalam Kitab
Suci Weda, harus selalu berpikir bersih dan jernih serta hanya memikirkan
pelajaran atau ilmu pengetahuan saja dan tidak memikirkan masalah-masalah
keduniawian.
3.
Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran). Ada lima jenis satya
yang disebut Panca Satya dan patut diperhatikan oleh umat Hindu, yakni:
4.
Satya Wacana yaitu setia dan jujur dalam berkata-kata, tidak sombong, tidak
mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak berkata-kata yang menyakitkan
serta tidak memaki.
5.
Satya Hredaya yaitu setia terhadap kata hati dan selalu konsisten atau
berpendirian teguh.
6.
Satya Laksana yaitu jujur dan bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan.
7.
Satya Mitra yaitu selalu setia kepada teman dan tidak pernah berkhianat.
8.
Satya Semaya yaitu selalu menepati janji, tidak pernah ingkar kepada janjinya.
9.
Awyawahara (tidak terikat keduniawian).Awyawahara berasal dari kata a
yang berarti tidak, dan wyawahara yang artinya terikat dengan
kehidupan duniawi.Dengan demikian awyawahara berarti tidak terikat
dengan kehidupan duniawi.
10.
Asteya atau Asteneya (tidak mencuri). Asteya berasal dari kata a
yang berarti tidak, dan steya berarti mencuri atau memperkosa milik
orang lain. Jadi asteya berarti tidak mencuri atau tidak ingin memiliki
barang orang lain.
4. Panca Nyama Bratha
Panca
Nyama Bratha adalah
lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan
dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah :
1.
Akrodha (tidak marah).Akrodha berasal dari kata a yang berarti
tidak, dan krodha berarti marah.Jadi Akrodha berarti tidak marah.
2.
Guru Susrusa (hormat kepada guru). Setiap orang ataupun murid haruslah
menghargai dan menghormati gurunya. Pengertian guru disini adalah dalam pengertiannya
yang luas, yakni: Guru Rupaka, orang tua (ibu dan bapak); Guru
Pengajian, yaitu guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah;
dan Guru Wisesa, yaitu Pemerintah yang mengayomi rakyatnya, yang beusaha
mensejahterakan dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.
3.
Sauca (bersih atau suci).Manusia seyogyanya berhati bersih atau suci baik
lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.
4.
Aharalaghawa (makan makanan sederhana).Aharalaghawa berasal dari kata ahard
yang berarti makan, dan taghawa yang berarti ringan.Dengan demikian Aharalaghawa
berarti makan makanan yang ringan-ringan, yang sederhana atau makan seperlunya
dan tidak berlebihan.
5.
Apramadha (tidak mengabaikan kewajiban).Apramada berarti tidak mengabaikan
kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan tugas kewajiban.
5.Sad Paramita
Sad
Paramita adalah enam jalan
keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi: Dana Paramita
artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spiritual. Sila Paramita artinya berfikir, berkata,
berbuat yang baik, suci dan luhur. Ksanti
Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan segala
penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata
yang tidak baik. Wirya Paramita artinya
pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak
mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini
adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan
melaksanakan kebenaran.
Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah
dan mencari jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan pikiran terutama
kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan. Pradnya Paramita artinya kebijaksanaan
dalam menimbang-nimbang suatu kebenaran.
6.Catur Aiswarya
Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang
memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk.Catur Aiswarya
terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya.
Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas
kebenaran.
Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin
yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya
tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan
sebagainya. Aiswarya artinya
kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik
atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di
dalam masyarakat dan negara.
7.Asta Siddhi
Asta
Siddhi adalah delapan ajaran
kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang
sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi:
-
Dana
artinya senang melakukan amal dan derma;
-
Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan);
-
Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah
mekar;
-
Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam
semadhi;
-
Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang
tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit
(kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila,
dan sebagainya.
-
Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh
halus, racun dan orang-orang sakti;
-
dan
Saurdha adalah kemampuan yang
setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan.
8. Nawa Sanga
Nawa Sanga terdiri dari:
-
Sadhuniragraha
artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga artinya mahir dalam
ilmu dan dharma;
-
Guna
bhiksama artinya jujur terhadap harta majikan;
-
Widagahaprasana
artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar;
-
Wirotasadarana
artinya berani bertindak berdasarkan hukum;
-
Kratarajhita
artinya mahir dalam ilmu pemerintahan;
- Tiagaprassana
artinya tidak pernah menolak perintah.
- Curalaksana
artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas.
- dan
Curapratyayana artinya perwira dalam perang.
9. Dasa Yama Bratha
Dasa Yama Bratha adalah sepuluh macam
pengendalian diri,
Yaitu:
1. Anresangsya
atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri
2. Ksama artinya suka mengampuni dan dan tahan uji
dalam kehidupan
3. Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan
setiap orang
4. Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk
lain
5. Dama artinya menasehati diri sendiri
6. Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran
7.Priti
artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk
8. Prasada artinya berfikir dan berhati
suci dan tanpa pamerih
9. Madurya
artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun
10. dan
Mardhawa artinya rendah hati, tidak sombong dan berfikir halus.
Anrsamsa (tidak kejam).Anrsamsa
berasal dari kata a yang berarti tidak, dan nrsamsa berarti orang
yang kejam.Jadi Anrsamsa berarti orang yang tidak kejam. Ksama (pemaaf).Mudah
memaafkan kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Berbuat
keliru adalah sifat manusia, karena setiap orang pernah membuat kesalahan. Satya
(kebenaran, kesetiaan dan (kejujuran) Ahimsa (tidak menyakiti atau
membunuh).
Dama (mengendalikan
hawa nafsu). Arjawa (tetap pendirian). Priti (welas asih).Memberi
perhatian dan bantuan kepada masyarakat yang menghadapi berbagai kesulitan adalah
sesuai dengan ajaran agama.Berilah bantuan kepada siapa saja yang
memerlukannya. Prasada (berpikir jernih dan suci). Madhurya (ramah
tamah). Madhurya berasal dari kata madu yang berarti manis.
Madhurya berarti hidup yang manis, maksudnya selalu murah senyum, ramah tamah
dengan siapa saja. Mardawa (lemah lembut).Orang yang lemah
lembut akan disukai oleh kawan-kawannya. Sebaliknya orang yang berperilaku
kasar akan dijauhi.
10. Dasa Nyama Bratha
Dasa Nyama Bratha terdiri dari:
Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamrih. Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan
Hyang Widhi dan leluhur. Tapa artinya
melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai
ketenangan batin. Dhyana artinya
tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi. Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual). Swadhyaya artinya tekun mempelajari
ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum. Bratha artinya taat akan sumpah atau janji.
Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu
makanan atau minuman yang dilarang oleh agama. Mona artinya membatasi perkataan; dan Sanana artinya tekun
melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan sembahyang.
Dana
(bersedekah).Dana diartikan sebagai harta benda, yaitu berupa pemberian sedekah
kepada masyarakat miskin, masyarakat yang kekurangan, dan yang memerlukan
bantuan.Dalam memberikan sedekah harus dilandasi dengan tulus ikhlas dan tanpa
pamrih atau tanpa harapan adanya balas jasa. Ijya (memuja dan memuji
Tuhan).
Manusia sebagai mahkluk yang lemah harus senantiasa ingat kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memuja dan memuji Tuhan akan selalu mengingatkan
manusia, bahwa Tuhan maha pencipta dan pemberi hidup kepada manusia, dan karena
itu manusia berhutang budi kepada-Nya. Memuja dan memuji Tuhan harus dilandasi
dengan jiwa yang tulus, sembah sujud, khidmat, dan penuh rasa pengabdian.
Tapa (menjauhi
kesenangan duniawi). Manusia diharapkan agar selalu berusaha melakukan
pengendalian diri terhadap kesenangan dunia, karena dapat membuat celaka.
Mengendalikan diri dengan Tapa yaitu berusaha mengurangi kebiasaan sehari-hari,
sepert makan yang berlebihan, tidur terlalu lama, berbicara yang tidak
bermanfaat, dan lain-lain. Mengurangi kebiasaan berarti mengendalikan
keinginan, dan pada akhirnya manusia akan memperoleh ketenangan dan ketentraman
lahir batin.
Dhyana (memusatkan
pikiran).Sangat dianjurkan sekali apabila seseorang sewaktu-waktu dapat
memusatkan pikirannya.Ini bertujuan supaya manusia dapat mengendalikan
pikirannya agar tidak memikirkan yang aneh-aneh (negative thinking), tetapi
terpusat hanya kepada Tuhan semata. Dengan demikian, manusia akan dapat
menyadari kebesaran Tuhan, dan memperoleh kebahagiaan lahir batin.
Swadhyaya (belajar
sendiri).Swa artinya sendiri, dan adhyaya artinya guru atau
berguru.Dengan demikian swadhyaya berarti belajar sendiri, berusaha
sendiri untuk mencapai suatu kemajuan.Disini ditekankan agar seseorang tidak
malas, mau berusaha sendiri untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus
menunggu orang lain mengajarinya.
Upasthanigraha (mengendalikan
hawa nafsu).Kebiasaan menuruti nafsu dapat membawa manusia kepada akibat yang
buruk, dan dapat mencelakakan manusia itu sendiri.Hawa nafsu yang dimaksud
disini yaitu nafsu birahi (sexual). Dengan senantiasa menuruti nafsu sexual
akan membuat manusia terjerumus kelembah kemaksiatan, apalagi jika nafsu
tersebut diumbar diluar rumah akan menyebabkan timbulnya penyakit kotor,
seperti HIV, AIDS, dan lain-lain. Untuk itu agama mengajarkan agar mansuia
selalu berusaha mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian akan terpelihara
lingkungan yang sehat, serta kehidupan yang baik.
Brata (melaksanakan
pantangan).Manusia dapat melaksanakan pengendalian diri dengan melakukan
berbagai pantangan.Pantangan yang dimaksud seperti pantangan makan, pantangan
tidur, pantangan berbicara, dan lain-lain. Dengan terbiasa melakukan pantangan
akan meningkatkan mutu pengendalian diri, dan dapat menambah ketenangan hidup.
Upawasa (puasa). Dengan
berpuasa seseorang akan lebih mudah mengendalikan dirinya, mengekang keinginan
atau menahan hawa nafsu agar memperoleh pikiran yang bersih, jernih dan suci.
Berpuasa yang dilakukan secara berkala juga dapat bermanfaat bagi kesehatan
tubuh manusia. Mona (tidak berbicara). Pengendalian diri dengan cara ini
akan membuat seseorang mudah berkonsentrasi, memusatkan pikiran hanya kepada
Tuhan semata. Mona dilakuakan dengan cara tidak berbicara sepatah katapun, atau
diam diri.
Snana (membersihkan
diri). Badan serta pakaian juga tidak luput dari kebersihan, karena dengan
badan bersih dan pakaian bersih, maka pikiranpun akan menjadi jernih dan suci.
Dengan demikian jalan menuju Tuhan akan menjadi terbuka lebar.
11.Dasa Dharma
Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu:
1. Sauca artinya
murni rohani dan jasmani.
2. Indriyanigraha
artinya mengekang indriya atau nafsu.
3. Hrih artinya
tahu dengan rasa malu.
4. Widya artinya
bersifat bijaksana.
5. Satya artinya
jujur dan setia terhadap kebenaran.
6. Akrodha
artinya sabar atau mengekang kemarahan.
7. Drti artinya
murni dalam bathin.
8. Ksama artinya
suka mengampuni.
9. Dama artinya
kuat mengendalikan pikiran.
10. dan Asteya
artinya tidak melakukan kecurangan.
Dasa Dharma ialah sepuluh
macam perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu.Dengan
melaksanakan ajaran dharma ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang
aman, tentram dan damai. Sepuluh dasa dharma tersebut ialah:
-
Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh).Seseorang yang ditugaskan untuk
melakukan sesuatu pekerjaan hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh
rasa tanggung jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-sungguh.
Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan memuaskan baik bagi
dirinya maupun orang lain.
-
Ksama (mudah memberikan maaf).Ksama merupakan tindakan yang sangat
terpuji bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput dari
khilaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu
saat ia pasti ingin dimaafkan pula oleh orang lain. Memberikan maaf harus
dengan tulus ikhlas.
-
Dama (dapat mengendalikan nafsu).Manusia diharapkan agar selalu bisa
mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan keinginan
karena akan dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut
berupa nafsu sexual, amarah, dan lain-lain.
-
Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain atau
mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh
nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita
karena tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin
mengambil hak orang lain.
-
Sauca (berhati bersih dan suci).Bersih dan suci bukan hanya badannya
saja, tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka
ketentraman dan kedamaian serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
-
Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia diharapkan selalu bisa
mengendalikan semua indra keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian manusia
akan lebih mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan
tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan kebenaran.
-
Dhira (berani membela yang benar).Manusia harus berani membela kebenaran
dimuka bumi ini.Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa
pandang bulu dan tidak takut pada siapapun.
-
Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut untuk
bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan
lebih cepat tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat
yang maju, dan tidak bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
-
Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran).Manusia harus mempunyai sifat
setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang benar pula. Disamping itu
juga harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak
berkhianat kepada teman, dan harus menepati janji.
-
Akrodha (tidak cepat marah).Berusahalah agar tidak marah dan cepat marah.
Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat
mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan terhadap
orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita.
Dalam kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan cepat tua.
12. Dasa Paramartha
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian
yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai
tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari:
-
Tapa
artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa
nafsu.
-
Samadhi
artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan
jujur.
-
Sanmata
artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya
kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup.
-
Karuni
artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya.
-
Upeksa
artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk.
-
Mudhita
artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain.
-
dan
Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.
C. Pengertian Acubhakarma (perbuatan tidak baik) beserta
jenis-jenisnya
Acubhakarma adlah segala tingkah laku yang tidak baik
yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik).Acubhakarma
(perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala
bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma dan selalu
cenderung mengarah kepada kejahatan.Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma
ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di
dalam hidup ini.Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan
manusia berdosa dan hidup menderita.menurut agama Hindu, bentuk-bentuk
acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah:
1. Tri Mala
Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang
sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu
perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan
yang curang dan angkuh.
2. Catur Pataka
Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai
dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu
Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan);
Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan),
Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan Ajnatasamwatsarika (bercocok
tanam tanpa masanya).
Upa Pataka
terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha
(membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari
Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk),
Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha
(membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara
perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat
suci).
3. Panca Bahya Tusti
Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat
duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan
harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa
artinya melindungi harta dengan jalan segala macam upaya; Ksaya artinya takut
akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi
kikir; Sangga artinya doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan
Hingsa artinya doyan membunuh dan menyakiti hati makhluk lain.
4. Panca Wiparyaya
Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan
manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah
artinya selalu mengharap-harapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah. Moha artinya
selalu mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah.
Maha Moha
artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang
tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin
mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan
sesuatu yang telah hilang.
5. Sad Ripu
Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari
sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya.
Lobha artinya sifat loba dan serakah. Krodha artinya sifat kejam dan pemarah.
Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan. Moha adalah sifat bingung dan
angkuh, dan Matsarya adalah sifat dengki dan irihati.
6.Sad Atatayi
Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida
artinya membakar milik orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Atharwa
artinya melakukan ilmu hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok);
Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka
memfitnah.
7. Sapta Timira
Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran
yaitu: Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan. Dhana artinya gelap
atau mabuk karena kekayaan. Guna artinya gelap atau mabuk karena kepandaian.
Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan. Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan. Kasuran artinya
gelap atau mabuk karena kemenangan dan Sura artinya mabuk karena minuman keras.
8. Dasa Mala
Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor.
Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah
orang yang berputus asa, Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta. Kuhaka
adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong. Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok
supaya dapat mempengaruhi teman (seseorang).
Megata adalah
orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati, Ragastri adalah orang yang
bermata keranjang. Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut. Bhaksa
Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk dan
Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar