Kamis, 21 Mei 2015

Ajaran Hindhu Dharma Tentang Etika (Susila)


Ajaran Hindhu Dharma Tentang Etika (Susila)

A.    Kerangka Dasar Agama Hindu
Agama Hindu mempunyai bangunan dasar agama yang sangat ketat, hal ini sebagai pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan ibadah serta syariat agamanya sehari-hari.Semua ajaran tentang kerangka dasar ini bersumber dari Kitab Suci Weda dan Kitab-kitab Suci Agama Hindu lainnya. Kerangka dasar agama Hindu tersebut ialah:
  1. Tattwa atau Filsafat Agama Hindu
  2. Susila atau Etika Agama Hindu
  3. Upacara atau Ritual Agama Hindu
Bagi umat Hindu menjalani serta memahami ketiga kerangka dasar tersebut menjadi suatu kewajiban dan sangat penting. Oleh karenanya setiap umat Hindu akan dengan sungguh-sungguh melaksanakan ketiga kewajiban tersebut.
Tattwa merupakan inti ajaran Agama, sedangkan susila sebagai pelaksana ajaran dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Ida Sanghyang Widi, maka dilaksanakan pengorbanan suci yaitu berupa upacara atau ritual.

B.     Pengertian Etika dalam Agama Hindu
Dalam agama Hindu etika dinamakan susila, yang berasal dari dua suku kata, su yang berarti baik, dan sila berarti kebiasaan atau tingkah laku perbuatan manusia yang baik. Dalam hal ini maka etika dalam agama Hindu dikatakan sebagai ilmu yang mempelajari tata nilai, tentang baik dan buruknya suatu perbuatan manusia, mengenai apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan, sehingga dengan demikian akan tercipta kehidupan yang rukun dan damai dalam kehidupan manusia. Pada dasarnya etika merupakan rasa cinta kasih, rasa kasih sayang, dimana seseorang yang menjalani dan melaksanakan etika itu karena ia mencintai dirinya sendiri dan menghargai orang lain.
Etika menjadikan kehidupan masyarakat menjadi harmonis, karena saling menjunjung tinggi rasa saling menghargai antar sesama dan saling tolong menolong. Dengan etika akan membina masyarakat untuk menjadi anggota keluarga dan anggota masyarakat yang baik, menjadi warga negara yang mulia.

C.    Tujuan Etika dalam Agama Hindu
Tujuan diperintahkannya untuk menjalankan antara lain:
  1. Untuk membina agar umat Hindu dapat memelihara hubungan baik, hidup rukun dan harmonis di dalam keluarga maupun masyarakat.
  2. Untuk membina agar umat Hindu selalu bersikap dan bertingkah laku yang baik, kepada setiap orang tanpa pandang bulu.
  3. Untuk membina agar umat Hindu dapat menjadi manusia yang baik dan berbudi luhur.
  4. Untuk menghindarkan adanya hukum rimba di masyarakat, dimana yang kuat selalu menindas yang lemah.
Dengan tujuan-tujuan tersebut diharapka umat Hindu menjadi manusia yang berbudi luhur, cinta kedamaian, dan hidup rukun dalam negara dan bangsa.


A.    Pengertian Tat Twam Asi
Tat twam asi (bahasa Sanskerta) adalah kalimat Sanskerta. Secara harfiah, kalimat ini berarti "Itu adalah kau" (jika dipadankan dengan bahasa Inggris dari rumpun bahasa Indo-Eropa maka diartikan That [tat] thou [twam] art [asi] atau That you are). Kalimat ini merupakan salah satu Mahāvākya (Semboyan Utama) dalam Sanatana Dharma berlandaskan Weda.Mulanya kalimat ini muncul dalam kitab Chandogya Upanishad 6.8.7, dalam dialog antara Udalaka dan putranya, Swetaketu; kalimat ini muncul pada bagian akhir, dan diulang-ulang pada bagian selanjutnya. Makna kalimat ini adalah sang diri—dalam kondisi asli, murni, tulen—merupakan bagian yang identik atau persis dengan kebenaran sejati yang merupakan dasar atau asal dari segala fenomena di dunia.
Perguruan Adwaita yang didirikan Adi Shankara menekankan pentingnya Mahāvākya tersebut (dan tiga lainnya dari tiga Upanishad lainnya). Tat twam asi berarti "itu adalah kau". "Kau" di sini mengacu pada substrat yang tak lepas dari setiap individu. Hal tersebut bukanlah tubuh, pikiran, panca indra, atau sesuatu yang dapat teramati. Hal tersebut adalah sesuatu yang paling dasar, jauh dari segala sifat keakuan.Dalam pengertian ini, "kau" berarti atman. Entitas yang dimaksud dengan kata "itu", menurut Weda, adalah Brahman, realitas yang melampaui segala sesuatu yang terbatas.
Perguruan Weda lainnya memberikan penafsiran yang berbeda-beda mengenai kalimat tersebut:
·         Suddhadwaita: kesatuan dalam "esensi" antara 'tat' dan diri individu; namun 'tat' adalah keseluruhan sementara sang diri hanyalah bagian.
·         Wisistadwaita: identitas diri individu sebagai bagian dari keseluruhan yang dinyatakan oleh 'tat', yaitu Brahman.
·         Dwaitadwaita: kesamaan dan perbedaan yang setara antara sang diri sebagai bagian dari suatu keseluruhan yang dinyatakan dengan 'tat'.
·         Acintya Bheda Abheda: kesatuan dan perbedaan yang tak terpikirkan/sulit dibayangkan antara sang diri sebagai bagian dari keseluruhan yang dinyatakan dengan 'tat'.
(Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Tat_twam_asi)

Tat Twam Asi berasal dari ajaran agama Hindu di India. Artinya : aku adalah engkau, engkau adalah aku”. Filosofi yang termuat dari ajaran ini adalah bagaimana kita bisa berempati, merasakan apa yang tengah dirasakan oleh orang yang di dekat kita. Ketika kita menyakiti orang lain, maka diri kita pun tersakiti. Ketika kita mencela orang lain, maka kita pun tercela. Maka dari itu, bagaimana menghayati perasaan orang lain, bagaimana mereka berespon akibat dari tingkah laku kita, demikianlah hendaknya ajaran ini menjadi dasar dalam bertingkah laku.
Di dalam bahasa Sansekerta, kata ”tat” berasal dari suku kata ”tad” yang berarti ”itu” atau ”dia”. Kata ”tvam’ berasal dari suku kata ”yusmad” yang berarti ”kamu” dan ”asi” berasal dari urat kata ” as(a) ” yang berarti ”adalah”. Jadi secara sederhana kata ”Tat Twam Asi” bisa diartikan ” kamu adalah dia” atau ”dia adalah kamu”. Di dalam Katha Upanisad dinyatakan.

“nityo nityanam cetanas cetananam
eko bahunam yo vidadhati kaman
tam pitha-gam ye 'nupasyanti dhiras
tesam santih sasvati netaresam”
Artinya:
Diantara kepribadian yang kekal dan yang berkesadaran, ada satu kepribadian yang menyediakan keperluan dari kepribadian-kepribadian yang lainnya. Orang bijaksana yang memuja kepribadian yang satu ini, yang bertempat tinggal di alamNya yang rohani akan mampu mencapai kedamaian sejati sedangkan yang lain, yang tidak memujaNya tidak akan mencapai kedamaian”.
Down Ribbon: 4Dari sloka ini dapat kita simpulkan bahwa tat tvam asi berarti ”kamu (semua makhluk hidup) dan dia (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) adalah sama”. Kata ”sama” di sini hendaknya tidak disalahartikan. Ini tidak berarti bahwa kita sepenuhnya sama dengan Tuhan, namun kita mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan dalam jumlah yang kecil. Di dalam Srimad Bhagavad Gita, kepribadian Ida Sang Hyang Widhi Wasa bersabda:


mamaivamso jiva-loke
jiva-bhutah sanatanah
manah-sasthanindriyani
prakrti-sthani karsati
         Artinya:
“Para makhluk hidup di dunia material ini merupakan percikan terkecil dari diriku yang kekal. Disebabkan oleh keterikatan hidup, mereka berjuang keras untuk menghadapi 6 indria termasuk pikiran”.
Down Ribbon: 5Kata ”mama eva amsah” yang berarti percikan terkecil-Ku, mempunyai makna yang sangat penting. Seperti contoh, air yang diambil dari lautan dan dimasukan ke dalam gelas mempunyai sifat yang sama dengan seluruh air laut. Namun air yang di dalam gelas tidak akan mampu menghanyutkan desa, sedangkan ketika bencana sunami, air yang bersifat sama yang berada di lautan mampu menghancurkan berbagai tempat di berbagai negara. Meskipun air yang di dalam gelas sama dengan air laut, yaitu mempunyai rasa yang sama dan juga molekul yang sama, tetapi perbedaannya adalah jumlah dan kekuatan. Sama halnya, makhluk hidup yang merupakan percikan terkecil dari kepribadian Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Sri Visnu, maka mereka mempunyai sifat yang sama dengan Tuhan yaitu sat, cid dan ananda (kekal, penuh pengetahuan dan penuh kebahagiaan).
Semua sifat ini dimiliki oleh para makhluk hidup dalam jumlah yang terbatas, sedangkan Ida Sang Hyang Widhi Wasa memiliki sifat tersebut dalam jumlah yang tidak terbatas. Perbedaan lainnya adalah sifat murni yang dimiliki oleh makhluk hidup sangat mudah diselubungi oleh khayalan sedangkan sifat Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak pernah terselubungi. Dengan demikian, meskipun makhluk hidup penuh kebahagiaan, namun karena diselubungi oleh khayalan, makhluk hidup di dunia material ini berjuang keras untuk mencapai kebahagiaan dengan berbagai cara.
Jadi ini adalah salah satu pengertian dari kata “Tat Twam Asi”, yang secara sederhana bisa diringkas sebagai berikut ”kamu para makhluk hidup mempunyai sifat yang sama dengan Dia (Tuhan). Karena makhluk hidup mempunyai kesamaan dengan Tuhan, maka dengan menginsyafi dirinya melalui proses Yoga, seseorang akan mendapat contoh dan pengertian tentang Tuhan. Seperti halnya dengan mengerti unsur yang menyusun setetes air laut, kita sudah bisa dianggap mengerti seluruh air di lautan tetapi di dalam jumlah yang berbeda. Dengan mempelajari setetes air laut kita akan bisa membayangkan unsur yang sama yang ada di dalam lautan, namun memiliki kekuatan dan jumlah yang jauh lebih besar.
Down Ribbon: 6Uraian di atas merupakan pengertian pertama yang bisa diambil dari arti kata Tat Twam Asi”. Untuk mengerti sedikit lebih lanjut tentang pengertian kata ini, kita akan mengacu kepada sebuah komentar dari seorang acarya (guru besar) pengajar Veda yang telah memperjuangkan dan mempertahankan Veda. Beliau mengajarkan Veda ke seluruh pelosok India pada jaman perkembangan paham kekosongan dari filsafat Budha di daerah India. Beliau adalah Sripad Ramanujacarya, seorang acarya yang hidup sekitar sembilan ratus tahun yang lalu. Berdasarkan Sripad Ramanujacarya, kata ”Tat Twam Asi” dapat diartikan sebagai berikut: ”Tasya Tvam Asi”. Tasya berarti milik dia, jadi “Tasya Tvam Asi artinya ”Kamu adalah milik Dia”. Bagaimana cara menganalisa pengertian ini, kita akan bahas sedikit berdasarkan tata bahasa Sansekerta sebagai berikut: Di dalam bahasa Sansekerta, ada istilah yang disebut dengan ”samasa” yaitu gabungan kata yang membentuk kalimat baru dan arti yang sama. Ketika beberapa kata di dalam kalimat digabungkan, maka masing-masing kata tersebut kembali ke suku kata dasarnya dan kata terakhir mengambil bentuk sesuai dengan peranan di dalam kalimat, apakah sebagai subjek, predikat atau objek.

 Di dalam kata “Tat Twam Asi”, kata ’tat- tvam’ bisa dianggap sebagai suatu gabungan kata di dalam sebuah kalimat. Kalimat ini berasal dari kalimat ”tasya tvam”, kemudian ketika digabungkan, kata ”tasya” kembali ke kata dasarnya, yaitu ”tad”. Maka akan menjadi ”tad-tvam”. Kemudian berdasarkan aturan sandi, hurup ”d” yang diikuti oleh huruf ”t” akan berubah menjadi ”t”, maka kita menemukan kata ”tat tvam”.

Untuk membentuk sebuah kalimat, maka kata-kata yang digabungkan harus memiliki kata kerja. Dengan demikian kata kerja ”as(a)” yang berarti ”adalah” ditambahkan di dalam kalimat tersebut. Karena tvam (kamu) adalah orang kedua tunggal, maka kata kerja ”as(a)”, berdasarkan aturan tata bahasa Sansekerta akan berubah menjadi ”asi”. Dengan demikian kita mendapatkan kata Tat Twam Asi”, yang artinya kamu adalah milik-Nya. Kalimat ”Kamu adalah milik-Nya”,  berarti semua makhluk hidup merupakan milik kepribadian Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena Ida Sang Hyang Widhi Wasa adalah sumber segala sesuatu, dan segala seuatu berada di bawah kendali Beliau. Pernyataan ini juga ditemukan di dalam Bhagavad Gita sebagai berikut:



aham sarvasya prabhavo
mattah sarvam pravartate
iti matva bhajante mam
budha bhava-samanvitah
Artinya:
“Aku adalah sumber dari segala sesuatu baik alam material maupun alam rohani. Segala sesuatu berasal dari diriKu. Orang bijaksana yang mengetahui ini secara sempurna menekuni pengabdian suci bhakti dan menyembahKu dengan sepenuh hatinya”.

Dengan demikian, ini merupakan tugas dari semua makhluk hidup, khususnya umat manusia untuk mengabdikan diri kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Singkat kata, arti kedua yang bisa diambil dari kata tat tvam asi adalah sebagai berikut, “kita semua sebagai makhluk hidup merupakan milik Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang berkewajiban untuk menyembah Beliau”.
 Pengertian yang lain dari kalimat tat tvam asi adalah berhubungan dengan ”Jiva”, yang nantinya akan menghubungkan kita dengan hukum karma phala. ”Kamu adalah dia” dan ”dia adalah kamu” bisa juga diartikan bahwa kita, para jiva, yang merupakan percikan terkecil dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atau dengan kata lain sebagai ciptaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, mempunyai sifat dan hak yang sama antara yang satu dengan yang lain. Karena itu, ketika kita melakukan suatu karma atau aktivitas, itu akan selalu berhubungan dengan makhluk lain.

·         Konsep Tat Twam Asi dalam mewujudkan Kreta Jagadhita
Dalam Hindu untuk mewujudkan Kreta Jagadhita atau menciptakan kesejahteraan dalam kehidupan perlu didasari atas konsepsi “Tat Twam Asi” yang mengisyaratkan pentingnya solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat sehingga terbentuk kehidupan masyarakat yang sejahtera. Dalam kitab Bhagawata Purana: 10.22.35 disebutkan sebagai berikut:
                  “Adalah kewajiban bagi setiap orang untuk mendedikasikan (membaktikan) hidupnya, intelejensi (kepandaiannya), kekayaannya, kata-katanya, dan pekerjaannya bagi kesejahteraan mahluk lain”
Down Ribbon: 7   Agama Hindu mengajarkan adanya ajaran toleransi umat beragama agar terciptanya kesejahteraan, seperti diterangkan oleh I Ketut Wiana, Wakil Sekjen Parisada Hindu Dharma Indonesia bahwa banyaknya agama yang diturunkan oleh Tuhan adalah suatu kebijaksaan Tuhan.Jalan yang berbeda-beda itu memiliki satu tujuan yaitu jalan menuju Tuhan.Disamping itu sebagai makhluk sosial umat Hindu tidak semata-semata rukun dengan sesama manusia.Tetapi juga harus harmonis secara Vertical dan Horizontal.Secara Vertikal (ke atas) dekat dengan Tuhan sebagai Raja Alam Semesta (Prajapati), Horizontal (kebawah) menanamkan rasa kasih sayang pada semua makhluk secara Horizontal mengembangkan kerukunan dengan sesama manusia.

Dalam ajaran Kitab suci Veda, agar terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita dijelaskan secara gamblang dalam ajaran “Tat Twam Asi”. Ajaran “Tat Twam Asi” merupakan ajaran sosial tanpa batas. Saya adalah kamu, dan sebaliknya kamu adalah saya, dan segala makhluk adalah sama sehingga menolong orang lain berarti menolong diri sendiri dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri (Upadesa, 2002: 42). Antara saya dan kamu sesungguhnya bersaudara.Hakekat atman yang menjadikan hidup diantara saya dan kamu berasal dari satu sumber yaitu Tuhan.Atman yang menghidupkan tubuh makhluk hidup merupakan percikan terkecil dari Tuhan.Kita sama-sama makhluk ciptaaan Tuhan.

Sesungguhnya filsafat “Tat Twam Asi” ini mengandung makna yang sangat dalam. Tatwam asi mengajarkan agar kita senantiasa mengasihi orang lain atau menyayangi makhluk lainnya. Bila diri kita sendiri tidak merasa senang disakiti apa bedanya dengan orang lain. Maka dari itu janganlah sekali-kali menyakiti hati orang lain. Dan sebaliknya bantulah orang lain sedapat mungkin kamu membantunya, karena sebenarnya semua tindakan kita juga untuk kita sendiri. Bila dihayati dan diamalkan dengnan baik, maka akan tyerwujud suatu kerukunan. Dalam upanisad dikatakan: “Brahma atma aikhyam”, yang artinya Brahman (Tuhan) dan atman sama.

·         Implementasi konsep Tat Twam Asi dalam mewujudkan Kreta Jagadhita
Sistem kekeluargaan dan kekerabatan adalah sebuah ciri yang melekat pada seluruh kebudayaan di Indonesia.Tidak terkecuali pada masyarakat Hindu di Bali.Sistem tersebut menjadi hukum adat bagi terciptanya hubungan antara manusia dengan manusia.  Hubungan antarmanusia dalam ajaran Hindu di Bali tertuang dalam filosofi “Tat Twam Asi” sebagai dasar hukum. Secara harfiah Tat artinya ia, Twam artinya kamu, dan Asi artinya adalah. Secara keseluruhan berarti “ ia adalah kamu”. Saya adalah kamu dan segala mahkluk adalah sama. Ini berarti menolong orang lain berarti menolong diri sendiri. Dan menyakiti orang lain berarti pula menyakiti diri sendiri. Prinsip dasar Tat Twam Asi ini dalam kehidupan adat Bali diberi pengertian ke dalam asas-asas sebagai berikut:
a.       Asas suka duka, artinya dalam suka dan duka dirasakan bersama-sama.
b.      Asas paras paros, artinya orang lain adalah bagian dari diri sendiri dan diri sendiri adalah bagian dari orang lain.
c.       Asas salunglung sabayantaka, artinya baik buru, mati hidup ditanggung bersama.
d.      Asas saling asih, saling asah, saling asuh, artinya saling menyayangi atau mencintai, saling memberi dan mengoreksi, serta saling tolong menolong antar sesama hidup.

Masyarakat Hindu Bali biasanya menyediakan diri untuk datang ke rumah atau ke tempat warga masyarakat yang lain yang mempunyai atau mengadakan suatu kegiatan misalnya upcara, membangun rumah, selamatan dan lain-lain. Aktifitas ini merupakan pengejawantahan dari asas “Tat Twam Asi”, yang lebih dikenal dengan nama Metelulung.
Selain itu, ada juga adat mejotan, yaitu memberi sejenis kue atau makanan atau buah-buahan kepada tetangga atau sahabat-sahabat lainnya ketika seseorang mengadakan suatu upacara atau selesai mengadakan selamatan tertentu.Dalam menjaga hubungan baik antara manusia dengan manusia, rasa hormat memanglah sangat penting untuk diperhatikan.Bagaimana anak muda menghormati yang tua, dan yang tua menghargai yang muda.Penghormatan dalam masyarakat Bali tidak didasarkan atas ekonomi atau kekayaan.
Dalam masyarakat Bali, ada tiga kelompok yang dituakan, disebut Tri Kang Sinanggeh Werda (mahuta), di antaranya sebagai berikut.
a.       Wahya Werda, mereka yang disebut tua karena usianya.
b.      Jnana Werda, mereka yang disebut tua karena ketinggian ilmu pengetahuannya, baik ilmu ketuhanan keduniawian maupun kerohanian.
c.       Tepo Werda, mereka yang disebut tua karena telah banyak menimba pengalan hidup.

Ketiga kelompok ini dalam masyarakat adat Bali selalu mendapatkan penghormatan yang sesuai dengan kekuatan yang dimiliki dan selalu diperhitungkan dalam setiap acara atau kegiatan sesuai dengan proporsinya masing-masing. Masyarakat Hindu di Bali meyakini bahwa menjaga hubungan antar sesama manusia merupakan wujud kepercayaan agama Hindu dan sebagai  jalan untuk mewujudkan keselamatan dan kedamaian. Semua ini tidak lain agar terciptanya kehidupan yang Kreta Jagadhita.
Sebagai ilustrasi penerapan ajaran “Tat Twam Asi” yang lain dalam kehidupan sehari-hari dicontohkan sebagai berikut:
Bila kita menunjuk orang lain dengan menggunakan jari tangan, ternyata spontanitas hanya 2 (dua) jari saja menunjuk orang lain, selebihnya 3 (tiga) jari lainnya menunjuk pada diri kita sendiri. Kesimpulannya perbandingan prosentase menunjuk orang lain dan menunjuk diri sendiri (40:60 %), lebih besar presentase yang ditujukan kepada diri sendiri. Berarti bila kita mengatakan orang lain jahat, sesungguhnya diri kita sendiri jauh lebih jahat dari orang lain yang kita tuduh berbuat kejahatan.
 Demikian juga sebaliknya, bila mengatakan baik kepada orang lain tentu diri kita lebih baik dari mereka. Lebih parah lagi bila menunjuk dalam keadaan kesal, dongkol, dan emosional tinggi tentu akan menunjuk orang lain dengan tangan dikepal, maka sepenuhnya (100%) jari tangan menunjuk atau mengalamatkan apa yang diucapkan itu tertuju pada diri kita sendiri. Pandangan ini mengkristal dalam upaya membina terwujudnya kerukunan hidup beragama, kehidupan yang sejahtera (Kreta Jagadhita) yang berlandaskan pada prinsip kebenaran ajaran “Tat Ttwam Asi. Oleh karena itu, tidak alasan untuk menjelek-jelekkan atau menyakiti orang lain. Maka dari itu berbuat baiklah kepada orang lain atau agama lain, bahkan kepada semua makhluk hidup lainnya di muka bumi ini, tanpa terkecuali.
Down Ribbon: 10Ajaran tattwam asi mengajak setiap orang penganut agama untuk turut merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain. Seseorang bila menyakiti orang lain sebenarnya ia telah bertindak menyakiti aatau menyiksa dirinya sendiri, dan sebaliknya bila telah membuat orang lain menjadi senang dan bahagia, maka sesungguhnya dirinya sendirilah yang ikut merasakan kebahagiaan itu juga.

Tattwam asi merupakan kata kunci untuk dapat membina agar terjalinnya hubungan yang serasi atas dasar “asah, asih, dan asuh” di antara sesama hidup. Dalam  Sarasamuscaya: 317, menyatakan:
“Orang arif bijaksana melihat semuanya sama, baik kepada brahmana budiman yang rendah hati, maupun terhadap makhluk hidup lainnya, orang yang hina papa sekalipun, walaupun perbuatan jahat yang dilakukan orang terhadap dirimu, perbuatan seperti orang sadhu hendaknya sebagai balasanmu. Janganlah sekali-kali membalas dengan perbuatan jahat, sebab oprang yang berhasrat berbuat kejahatan itu pada hakekatnya akan menghancurkan dirinya sendiri”
Down Ribbon: 11Dalam upaya mewujudkan kehidupan yang Kreta Jagadhita atau kehidupan yang sejahtera dan rukun, selain konsep “Tat Twam Asi” diterapkan sehari-hari antar sesama, juga perlu diterapkan dalam kehidupan intern umat beragama. Agar kerukunan ini tercapai, perlu diterapkannya konsep “Tat Twam Asi”. Seperti halnya dapat ditempuh dengan beberapa pendekatan secara manusiawi (tanpa kekerasan) melalui jalan musyawarah intern umat beragama, musyawarah antar umat beragama melalui wadah yang sudah cukup gencar mengadakan dialog dan juga pertemuan atau musyawarah antara umat beragama dengan pemerintah.
 Melalui cara-cara seperti itu diharapkan semakain sering diadakan temu muka antara tokoh-tokoh agama, berkomunikasi langsung saling mengenal satu sama lainnya, duduk berdampingan satu sama lainnya membahas masalah kerukunan. Sehingga semakin dapat menghilangkan prasangka buruk sebagai bentuk kesalah pahaman diantara sesama penganut umat beragama. Semua ini dapat terwujud hanya melalui terbinanya kesadaran akan hidup bersama secara berdampingan, kesadaran saling membutuhkan, saling melengkapi satu sama lainnya, niscaya kerukunan hidup beragama dapat terwujud. Kerukunan hidup beragama menjadi dambaan kita semua, sebab bila hal ini terwujud, maka kita akan dapat merasakan satu kedamaian. Kerukunan perlu dipupuk, dan dikembangkan dalam rangka menumbuhkan rasa kesadaran umat beragama, sehingga terwujudnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa sesuai bunyi slogan lambang negara kita “Bhineka Tunggal ika” yang artinya berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Ungkapan ini cocok dengan kondisi negara republik Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam agama, kebudayaan, adat istiadat, etnis dan lain sebagainya, namun pada hakekatnya kita semua adalah satu, yaitu satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air, sebagaimana telah diikrarkan dalam sumpah pemuda.
Bila dihayati, keadaan yang beraneka ragam agama akan mewujudkan suatu keindahan. Berbhineka dalam keesaan (berbeda dalam kesatuan/unity in diversity). Seperti halnya saebuah taman bunga yang tumbuh di sekeliling taman membuat taman menjadi indah. Kita sebagai komponen bangsa Indonesia harus menyadarai kondisi yang demikian. Pengalaman sejarah membuktikan bahwa keberhasilan dalam mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia berkat tergalangnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa, sehingga kita mampu mewujudkan kemerdekaan.
Selain implementasi di atas, contoh yang lain adalah ketika kita melakukan kegiatan yang saleh terhadap orang lain, seperti memberi sedekah. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, dengan demikian, sekarang dia (salah satu roh) menerima sedekah dari kamu (yang juga merupakan sang roh), maka suatu hari dia mesti dan pasti akan memberi sedekah kepadamu. Itu merupakan hukum alam.
Sama halnya sekarang kamu membunuh dia di dalam bentuk seekor binatang, karena sang roh diuraikan berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meninggal di dalam proses reinkarnasi, ”dehino smin yatha dehe kaumaram yauvanam jara” , maka suatu hari nanti waktu akan mengatur dimana dia akan mendapat badan manusia dan kamu mendapat badan binatang. Saat itu, giliran dia yang akan membunuh kamu. Ini merupakan suatu keadilan Tuhan di dalam bentuk hukum alam.
Dengan demikian, ajaran tat tvam asi juga bisa diambil dari segi sosial seperti contoh diatas. Karena dia adalah kamu dan kamu adalah dia, maka kita harus berusaha memperlakukan setiap jiva dengan baik seperti kita memperlakukan diri kita sendiri. Kalimat “Tat Twam Asi” dalam arti ini sangat berhubungan erat dengan istilah Tri Hita Karana, yaitu bagaimana seharusnya kita, sebagai makhluk sosial, berhubungan dengan lingkungan di sekitar kita yaitu alam beserta isinya dan menyadari bahwa semuanya adalah ciptaan Tuhan. Karena itu kita semestinya memelihara ciptaan Tuhan seperti kita memelihara diri kita sendiri. Dengan demikian kesejahteraan semua umat akan tercapai dengan diterapkannya konsep “Tat Twam Asi” ini.
Down Ribbon: 12Dalam kehidupan, apabila konsep “Tat Twam Asi” tidak diterapkan, kesejahteraan tidak akan pernah tercapai, karena egoisme yang tinggi akan mempengaruhi setiap individu. Adapun contoh konsep “Tat Twam Asi” tidak diterapkan, yaitu adanya konflik antar desa atau antar banjar menjadi bukti nyata. Ketika “Tat Twam Asi” tidak bisa dijadikan acuan, konflik akan makin melebar.
Dampaknya akan ada kasepekangi (pengucilan). Kalau sudah kasepekang, sembahyang ke pura pun tidak boleh, apalagi mau ngaben.Suatu saat nanti sepertinya perlu kuburan umum, desa umum dan pedanda umum bagi mereka yang kena kasepekang. Dari contoh ini dapat kita lihat, apabila ajaran “Tat Twam Asi” tidak bisa kita terapkan tentunya hanya akan berdampak buruk bagi kehidupan bermasyarakat, Kreta Jagadhita akan semakin menjauh dari kehidupan kita, karena semua orang hanya akan menjalankan kehendaknya sendiri, orang Bali menyebutnya “nganggoang kite”. Dan sebaliknya apabila konsep ini diterapkan, tentunya tidak akan ada istilah mustahil  kesejahteraan akan segera terwujud.


B.     Pengertian Cubhakarma (perbuatan baik) dan jenis-jenisnya

Cubhakarma berasal dari bahasa sanskerta yang berarti perbuatan baik. Cubhakarma terbagi menjadi 12 yaitu:

1. Tri Kaya Parisudha
Tri kaya Parisudha artinya tiga gerak perilaku manusia yang harus disucikan, yaitu berfikir yang bersih dan suci (manacika), berkata yang benar (Wacika) dan berbuat yang jujur (Kayika). Jadi dari pikiran yang bersih akan timbul perkataan yang baik dan perbuatan yang jujur. Dari Tri Kaya Parisudha ini timbul adanya sepuluh pengendalian diri yaitu 3 macam berdasarkan pikiran, 4 macam berdasarkan perkataan dan 3 macam lagi berdasarkan perbuatan.
Tiga macam yang berdasarkan pikiran adalah tidak menginginkan sesuatu yang tidak halal, tidak berpikiran buruk terhadap mahkluk lain dan tidak mengingkari adanya hukum karmaphala. Sedangkan empat macam yang berdasarkan atas perkataan adalah tidak suka mencaci maki, tidak berkata kasar kepada makhluk lain, tidak memfitnah dan tidak ingkar pada janji atau ucapan. Selanjutnya tiga macam pengendalian yang berdasarkan atas perbuatan adalah tidak menyiksa atau membunuh makhluk lain, tidak melakukan kecurangan terhadap harta benda dan tidak berjina.

2. Catur Paramita
Catur Paramita adalah empat bentuk budi luhur, yaitu Maitri, Karuna, Mudita dan Upeksa.
 Maitri artinya lemah lembut, yang merupakan bagian budi luhur yang berusaha untuk kebahagiaan segala makhluk. Karuna adalah belas kasian atau kasih sayang, yang merupakan bagian dari budi luhur, yang menghendaki terhapusnya pendertiaan segala makhluk. Mudita artinya sifat dan sikap menyenangkan orang lain. Upeksa artinya sifat dan sikap suka menghargai orang lain. Catur Paramita ini adalah tuntunan susila yang membawa masunisa kearah kemuliaan.

3. Panca Yama Bratha
Panca Yama Brata berasal dari tiga suku kata, yaitu panca berarti lima, yama artinya pengendalian dan brata yang berarti keinginan. Panca Yama Brata ialah lima keinginan untuk mengendalikan diri dari godaan-godaan nafsu yang tidak baik. Lima macam pengendalian diri yang perlu diperhatikan oleh umat Hindu ialah:

1.      Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh).Ahimsa berasal dari kata a yang berarti tidak, dan himsa yang berarti membunuh atau menyakiti. Jadi ahimsa berarti tidak membunuh atau tidak menyakiti orang (mahluk) lain. Menyakiti apalagi membunuh adalah suatu perbuatan dosa yang besar dan dilarang oleh Agama Hindu. 
2.      Brahmacari (berpikir suci, bersih dan jernih).Brahmacari berasal dari kata brahma yang berarti ilmu pengetahuan, dan car berarti bergerak.Jadi brahmacari maksudnya bergerak atau bertingkah laku dalam menuntut ilmu pengetahuan.Tegasnya bagaimana perilaku seseorang dalam mempelajari ilmu pengetahuan tentang ajaran-ajaran yang termuat dalam Kitab Suci Weda, harus selalu berpikir bersih dan jernih serta hanya memikirkan pelajaran atau ilmu pengetahuan saja dan tidak memikirkan masalah-masalah keduniawian. 
3.      Satya (kebenaran, kesetiaan dan kejujuran). Ada lima jenis satya yang disebut Panca Satya dan patut diperhatikan oleh umat Hindu, yakni: 
4.      Satya Wacana yaitu setia dan jujur dalam berkata-kata, tidak sombong, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak sopan, tidak berkata-kata yang menyakitkan serta tidak memaki.
5.      Satya Hredaya yaitu setia terhadap kata hati dan selalu konsisten atau berpendirian teguh.
6.      Satya Laksana yaitu jujur dan bertanggung jawab terhadap apa yang diucapkan.
7.      Satya Mitra yaitu selalu setia kepada teman dan tidak pernah berkhianat.
8.      Satya Semaya yaitu selalu menepati janji, tidak pernah ingkar kepada janjinya.
9.      Awyawahara (tidak terikat keduniawian).Awyawahara berasal dari kata a yang berarti tidak, dan wyawahara yang artinya terikat dengan kehidupan duniawi.Dengan demikian awyawahara berarti tidak terikat dengan kehidupan duniawi. 
10.  Asteya atau Asteneya (tidak mencuri). Asteya berasal dari kata a yang berarti tidak, dan steya berarti mencuri atau memperkosa milik orang lain. Jadi asteya berarti tidak mencuri atau tidak ingin memiliki barang orang lain.


4. Panca Nyama Bratha
Panca Nyama Bratha adalah lima macam pengendalian diri dalam tingkat mental untuk mencapai kesempurnaan dan kesucian bathin, adapun bagian-bagian dari Panca Nyama Bratha ini adalah :

1.      Akrodha (tidak marah).Akrodha berasal dari kata a yang berarti tidak, dan krodha berarti marah.Jadi Akrodha berarti tidak marah. 
2.      Guru Susrusa (hormat kepada guru). Setiap orang ataupun murid haruslah menghargai dan menghormati gurunya. Pengertian guru disini adalah dalam pengertiannya yang luas, yakni: Guru Rupaka, orang tua (ibu dan bapak); Guru Pengajian, yaitu guru yang memberikan pendidikan dan pengajaran di sekolah; dan Guru Wisesa, yaitu Pemerintah yang mengayomi rakyatnya, yang beusaha mensejahterakan dan memberikan perlindungan kepada rakyatnya.  
3.      Sauca (bersih atau suci).Manusia seyogyanya berhati bersih atau suci baik lahir maupun batin, jasmani maupun rohani.
4.      Aharalaghawa (makan makanan sederhana).Aharalaghawa berasal dari kata ahard yang berarti makan, dan taghawa yang berarti ringan.Dengan demikian Aharalaghawa berarti makan makanan yang ringan-ringan, yang sederhana atau makan seperlunya dan tidak berlebihan.
5.      Apramadha (tidak mengabaikan kewajiban).Apramada berarti tidak mengabaikan kewajiban, maksudnya selalu ingat dengan tugas kewajiban.

5.Sad Paramita
Sad Paramita adalah enam jalan keutamaan untuk menuju keluhuran. Sad Paramita ini meliputi: Dana Paramita artinya memberi dana atau sedekah baik berupa materiil maupun spiritual. Sila Paramita artinya berfikir, berkata, berbuat yang baik, suci dan luhur. Ksanti Paramita artinya pikiran tenang, tahan terhadap penghinaan dan segala penyebab penyakit, terhadap orang dengki atau perbuatan tak benar dan kata-kata yang tidak baik. Wirya Paramita artinya pikiran, kata-kata dan perbuatan yang teguh, tetap dan tidak berobah, tidak mengeluh terhadap apa yang dihadapi. Jadi yang termasuk Wirya Paramita ini adalah keteguhan pikiran (hati), kata-kata dan perbuatan untuk membela dan melaksanakan kebenaran.

 Dhyana Paramita artinya niat mempersatukan pikiran untuk menelaah dan mencari jawaban atas kebenaran. Juga berarti pemusatan pikiran terutama kepada Hyang Widhi dan cita-cita luhur untuk keselamatan.  Pradnya Paramita artinya kebijaksanaan dalam menimbang-nimbang suatu kebenaran.

6.Catur Aiswarya
Catur Aiswarya adalah suatu kerohanian yang memberikan kebahagiaan hidup lahir dan batin terhadap makhluk.Catur Aiswarya terdiri dari Dharma, Jnana, Wairagya dan Aiswawarya.
Dharma adalah segala perbuatan yang selalu didasari atas kebenaran.

Jnana artinya pengetahuan atau kebijaksanaan lahir batin yang berguna demi kehidupan seluruh umat manusia. Wairagya artinya tidak ingin terhadap kemegahan duniawi, misalnya tidak berharap-harap menjadi pemimpin, jadi hartawan, gila hormat dan sebagainya. Aiswarya artinya kebahagiaan dan kesejahteraan yang didapatkan dengan cara (jalan) yang baik atau halal sesuai dengan hukum atau ketentuan agama serta hukum yang berlaku di dalam masyarakat dan negara.


7.Asta Siddhi

Asta Siddhi adalah delapan ajaran kerohanian yang memberi tuntunan kepada manusia untuk mencapai taraf hidup yang sempurna dan bahagia lahir batin. Asta Siddhi meliputi:
-           Dana artinya senang melakukan amal dan derma;
-          Adnyana artinya rajin memperdalam ajaran kerohanian (ketuhanan);
-          Sabda artinya dapat mendengar wahyu karena intuisinya yang telah mekar;
-          Tarka artinya dapat merasakan kebahagiaan dan ketntraman dalam semadhi;
-          Adyatmika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam gangguan pikiran yang tidak baik; Adidewika Dukha artinya dapat mengatasi segala macam penyakit (kesusahan yang berasal dari hal-hal yang gaib), seperti kesurupan, ayan, gila, dan sebagainya.
-          Adi Boktika artinya dapat mengatasi kesusahan yang berasal dari roh-roh halus, racun dan orang-orang sakti;
-          dan Saurdha adalah kemampuan yang setingkat dengan yogiswara yang telah mencapai kelepasan.

8. Nawa Sanga

Nawa Sanga terdiri dari:
-          Sadhuniragraha artinya setia terhadap keluarga dan rumah tangga; Andrayuga artinya mahir dalam ilmu dan dharma;
-          Guna bhiksama artinya jujur terhadap harta majikan;
-          Widagahaprasana artinya mempunyai batin yang tenang dan sabar;
-          Wirotasadarana artinya berani bertindak berdasarkan hukum;
-          Kratarajhita artinya mahir dalam ilmu pemerintahan;
-     Tiagaprassana artinya tidak pernah menolak perintah.
-    Curalaksana artinya bertindak cepat, tepat dan tangkas.
-    dan Curapratyayana artinya perwira dalam perang.

9. Dasa Yama Bratha
Dasa Yama Bratha  adalah sepuluh macam pengendalian diri,
Yaitu:
1.       Anresangsya atau Arimbhawa artinya tidak mementingkan diri sendiri
2.      Ksama artinya suka mengampuni dan  dan tahan uji dalam kehidupan 
3.      Satya artinya setia kepada ucapan sehingga menyenangkan setiap orang
4.      Ahimsa artinya tidak membunuh atau menyakiti makhluk lain
5.      Dama artinya menasehati diri sendiri
6.      Arjawa artinya jujur dan mempertahankan kebenaran
           7.Priti artinya cinta kasih sayang terhadap sesama mahluk
                                         8. Prasada artinya berfikir dan berhati suci dan tanpa pamerih
     9. Madurya artinya ramah tamah, lemah lembut dan sopan santun
   10. dan Mardhawa artinya rendah hati, tidak sombong dan berfikir halus.

Anrsamsa (tidak kejam).Anrsamsa berasal dari kata a yang berarti tidak, dan nrsamsa berarti orang yang kejam.Jadi Anrsamsa berarti orang yang tidak kejam. Ksama (pemaaf).Mudah memaafkan kesalahan orang lain merupakan perbuatan yang sangat terpuji. Berbuat keliru adalah sifat manusia, karena setiap orang pernah membuat kesalahan. Satya (kebenaran, kesetiaan dan (kejujuran) Ahimsa (tidak menyakiti atau membunuh).

Dama (mengendalikan hawa nafsu). Arjawa (tetap pendirian). Priti (welas asih).Memberi perhatian dan bantuan kepada masyarakat yang menghadapi berbagai kesulitan adalah sesuai dengan ajaran agama.Berilah bantuan kepada siapa saja yang memerlukannya. Prasada (berpikir jernih dan suci). Madhurya (ramah tamah). Madhurya berasal dari kata madu yang berarti manis. Madhurya berarti hidup yang manis, maksudnya selalu murah senyum, ramah tamah dengan siapa saja.  Mardawa (lemah lembut).Orang yang lemah lembut akan disukai oleh kawan-kawannya. Sebaliknya orang yang berperilaku kasar akan dijauhi.


10. Dasa Nyama Bratha

Dasa Nyama Bratha terdiri dari:
Dhana artinya suka berderma, beramal saleh tanpa pamrih. Ijya artinya pemujaan dan sujud kehadapan Hyang Widhi dan leluhur. Tapa artinya melatih diri untuk daya tahan dari emosi yang buruk agar dapat mencapai ketenangan batin. Dhyana artinya tekun memusatkan pikiran terhadap Hyang Widhi. Upasthanigraha artinya mengendalikan hawa nafsu birahi (seksual). Swadhyaya artinya tekun mempelajari ajaran-ajaran suci khususnya, juga pengetahuan umum. Bratha artinya taat akan sumpah atau janji.

Upawasa artinya berpuasa atau berpantang trhadap sesuatu makanan atau minuman yang dilarang oleh agama. Mona artinya membatasi perkataan; dan Sanana artinya tekun melakukan penyician diri pada tiap-tiap hari dengan cara mandi dan sembahyang.

Dana (bersedekah).Dana diartikan sebagai harta benda, yaitu berupa pemberian sedekah kepada masyarakat miskin, masyarakat yang kekurangan, dan yang memerlukan bantuan.Dalam memberikan sedekah harus dilandasi dengan tulus ikhlas dan tanpa pamrih atau tanpa harapan adanya balas jasa. Ijya (memuja dan memuji Tuhan).

Manusia sebagai mahkluk yang lemah harus senantiasa ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memuja dan memuji Tuhan akan selalu mengingatkan manusia, bahwa Tuhan maha pencipta dan pemberi hidup kepada manusia, dan karena itu manusia berhutang budi kepada-Nya. Memuja dan memuji Tuhan harus dilandasi dengan jiwa yang tulus, sembah sujud, khidmat, dan penuh rasa pengabdian.

Tapa (menjauhi kesenangan duniawi). Manusia diharapkan agar selalu berusaha melakukan pengendalian diri terhadap kesenangan dunia, karena  dapat membuat celaka. Mengendalikan diri dengan Tapa yaitu berusaha mengurangi kebiasaan sehari-hari, sepert  makan yang berlebihan, tidur terlalu lama, berbicara yang tidak bermanfaat, dan lain-lain. Mengurangi kebiasaan berarti mengendalikan keinginan, dan pada akhirnya manusia akan memperoleh ketenangan dan ketentraman lahir batin.

Dhyana (memusatkan pikiran).Sangat dianjurkan sekali apabila seseorang sewaktu-waktu dapat memusatkan pikirannya.Ini bertujuan supaya manusia dapat mengendalikan pikirannya agar tidak memikirkan yang aneh-aneh (negative thinking), tetapi terpusat hanya kepada Tuhan semata. Dengan demikian, manusia akan dapat menyadari kebesaran Tuhan, dan memperoleh kebahagiaan lahir batin.

Swadhyaya (belajar sendiri).Swa artinya sendiri, dan adhyaya artinya guru atau berguru.Dengan demikian swadhyaya berarti belajar sendiri, berusaha sendiri untuk mencapai suatu kemajuan.Disini ditekankan agar seseorang tidak malas, mau berusaha sendiri untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tanpa harus menunggu orang lain mengajarinya.

Upasthanigraha (mengendalikan hawa nafsu).Kebiasaan menuruti nafsu dapat membawa manusia kepada akibat yang buruk, dan dapat mencelakakan manusia itu sendiri.Hawa nafsu yang dimaksud disini yaitu nafsu birahi (sexual). Dengan senantiasa menuruti nafsu sexual akan membuat manusia terjerumus kelembah kemaksiatan, apalagi jika nafsu tersebut diumbar diluar rumah akan menyebabkan timbulnya penyakit kotor, seperti HIV, AIDS, dan lain-lain. Untuk itu agama mengajarkan agar mansuia selalu berusaha mengendalikan hawa nafsunya. Dengan demikian akan terpelihara lingkungan yang sehat, serta kehidupan yang baik.

Brata (melaksanakan pantangan).Manusia dapat melaksanakan pengendalian diri dengan melakukan berbagai pantangan.Pantangan yang dimaksud seperti pantangan makan, pantangan tidur, pantangan berbicara, dan lain-lain. Dengan terbiasa melakukan pantangan akan meningkatkan mutu pengendalian diri, dan dapat menambah ketenangan hidup.

Upawasa (puasa). Dengan berpuasa seseorang akan lebih mudah mengendalikan dirinya, mengekang keinginan atau menahan hawa nafsu agar memperoleh pikiran yang bersih, jernih dan suci. Berpuasa yang dilakukan secara berkala juga dapat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Mona (tidak berbicara). Pengendalian diri dengan cara ini akan membuat seseorang mudah berkonsentrasi, memusatkan pikiran hanya kepada Tuhan semata. Mona dilakuakan dengan cara tidak berbicara sepatah katapun, atau diam diri.

Snana (membersihkan diri). Badan serta pakaian juga tidak luput dari kebersihan, karena dengan badan bersih dan pakaian bersih, maka pikiranpun akan menjadi jernih dan suci. Dengan demikian jalan menuju Tuhan akan menjadi terbuka lebar.


11.Dasa Dharma
Yang disebut Dasa Dharma menurut Wreti Sasana, yaitu:
1.       Sauca artinya murni rohani dan jasmani.
2.       Indriyanigraha artinya mengekang indriya atau nafsu.
3.       Hrih artinya tahu dengan rasa malu.
4.       Widya artinya bersifat bijaksana.
5.       Satya artinya jujur dan setia terhadap kebenaran.
6.       Akrodha artinya sabar atau mengekang kemarahan.
7.       Drti artinya murni dalam bathin.
8.       Ksama artinya suka mengampuni.
9.       Dama artinya kuat mengendalikan pikiran.
10.   dan Asteya artinya tidak melakukan kecurangan.

Dasa Dharma ialah sepuluh macam perbuatan baik yang patut dilaksanakan oleh umat Hindu.Dengan melaksanakan ajaran dharma ini dapat mendorong terciptanya masyarakat yang aman, tentram dan damai. Sepuluh dasa dharma tersebut ialah:

-          Dhriti (bekerja dengan sungguh-sungguh).Seseorang yang ditugaskan untuk melakukan sesuatu pekerjaan hendaknya menyelesaikan pekerjaannya dengan penuh rasa tanggung jawab, mengerjakan dengan sebaik-baiknya, dan bersungguh-sungguh. Dengan demikian akan tercapai hasil yang maksimal dan memuaskan baik bagi dirinya maupun orang lain.
-          Ksama (mudah memberikan maaf).Ksama merupakan tindakan yang sangat terpuji bagi setiap manusia, karena setiap manusia tak pernah luput dari khilaf. Setiap orang pasti pernah berbuat salah dan oleh karena itu pada suatu saat ia pasti ingin dimaafkan pula oleh orang lain. Memberikan maaf harus dengan tulus ikhlas.
-          Dama (dapat mengendalikan nafsu).Manusia diharapkan agar selalu bisa mengendalikan nafsu atau keinginannya. Janganlah menuruti nafsu dan keinginan karena akan dapat menyulitkan diri sendiri maupun orang lain. Nafsu tersebut berupa nafsu sexual, amarah, dan lain-lain.
-          Asteya (tidak mencuri). Orang yang menginginkan barang orang lain atau mencuri adalah orang yang tidak bisa mengendalikan, dan selalu terjebak oleh nafsu duniawi. Orang dengan sifat seperti ini pada akhirnya akan menderita karena tidak pernah merasa puas dengan apa yang telah dimiliki dan selalu ingin mengambil hak orang lain.
-          Sauca (berhati bersih dan suci).Bersih dan suci bukan hanya badannya saja, tetapi juga pikiran dan hatinya. Dengan hati dan pikiran yang bersih maka ketentraman dan kedamaian serta ketenangan hidup akan mudah didapatkan.
-          Indrayanigraha (dapat mengendalikan keinginan). Manusia diharapkan selalu bisa mengendalikan semua indra keinginannya atau nafsunya. Dengan demikian manusia akan lebih mudah mencapai ketenangan lahir maupun batin. Batin yang tenang dan tentram akan lebih mudah mengantarkan seseorang pada jalan kebenaran.
-          Dhira (berani membela yang benar).Manusia harus berani membela kebenaran dimuka bumi ini.Menjunjung tinggi kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran tanpa pandang bulu dan tidak takut pada siapapun.
-          Widya (belajar dan mengajar). Selain belajar manusia juga dituntut untuk bisa mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dengan belajar dan mengajar akan lebih cepat tercipta masyarakat yang berpendidikan dan berbudaya, masyarakat yang maju, dan tidak bodoh serta dibodohi oleh masyarakat lain.
-          Satya (kebenaran, kesetiaan, dan kejujuran).Manusia harus mempunyai sifat setia, jujur, dan selalu berkata serta berbuat yang benar pula. Disamping itu juga harus berani bertanggung jawab terhadap apa yang dikatakan, tidak berkhianat kepada teman, dan harus menepati janji.
-          Akrodha (tidak cepat marah).Berusahalah agar tidak marah dan cepat marah. Karena dengan kemarahan dapat menyakitkan hati orang lain, dan dapat mencelakakan dirinya sendiri. Kemarahan dapat menimbulkan kekecewaan terhadap orang lain, dan pada gilirannya orang lain akan berbalik marah kepada kita. Dalam kesehatan pun diketahui bahwa dengan cepat marah orang akan cepat tua.


12. Dasa Paramartha
Dasa Paramartha ialah sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari:
-          Tapa artinya pengendalian diri lahir dan bathin; Bratha artinya mengekang hawa nafsu.
-          Samadhi artinya konsentrasi pikiran kepada Tuhan; Santa artinya selalu senang dan jujur.
-          Sanmata artinya tetap bercita-cita dan bertujuan terhadap kebaikan; Karuna artinya kasih sayang terhadap sesama makhluk hidup.
-          Karuni artinya belas kasihan terhadap tumbuh-tumbuhan, barang dan sebagainya.
-          Upeksa artinya dapat membedakan benar dan salah, baik dan buruk.
-          Mudhita artinya selalu berusaha untuk dapat menyenangkan hati oranglain.
-          dan Maitri artinya suka mencari persahabatan atas dasar saling hormat menghormati.



C. Pengertian Acubhakarma (perbuatan tidak baik) beserta jenis-jenisnya
Acubhakarma adlah segala tingkah laku yang tidak baik yang selalu menyimpang dengan Cubhakarma (perbuatan baik).Acubhakarma (perbuatan tidak baik) ini, merupakan sumber dari kedursilaan, yaitu segala bentuk perbuatan yang selalu bertentangan dengan susila atau dharma dan selalu cenderung mengarah kepada kejahatan.Semua jenis perbuatan yang tergolong acubhakarma ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari di dalam hidup ini.Karena semua bentuk perbuatan acubhakarma ini menyebabkan manusia berdosa dan hidup menderita.menurut agama Hindu, bentuk-bentuk acubhakarma yang harus dihindari di dalam hidup ini adalah:

1. Tri Mala
Tri Mala adalah tiga bentuk prilaku manusia yang sangat kotor, yaitu Kasmala ialah perbuatan yang hina dan kotor, Mada yaitu perkataan, pembicaraan yang dusta dan kotor, dan Moha adalah pikiran, perasaan yang curang dan angkuh.

2. Catur Pataka
Catur Pataka adalah empat tingkatan dosa sesuai dengan jenis karma yang menjadi sumbernya yang dilakukan oleh manusia yaitu Pataka yang terdiri dari Brunaha (menggugurkan bayi dalam kandungan); Purusaghna (Menyakiti orang), Kaniya Cora (mencuri perempuan pingitan), Agrayajaka (bersuami isteri melewati kakak), dan Ajnatasamwatsarika (bercocok tanam tanpa masanya).
 Upa Pataka terdiri dariGowadha (membunuh sapi), Juwatiwadha (membunuh gadis), Balawadha (membunuh anak), Agaradaha (membakar rumah/merampok); Maha Pataka terdiri dari Brahmanawadha (membunuh orang suci/pendeta), Surapana (meminum alkohol/mabuk), Swarnastya (mencuri emas), Kanyawighna (memperkosa gadis), dan Guruwadha (membunuh guru); Ati Pataka terdiri dari Swaputribhajana (memperkosa saudara perempuan); Matrabhajana (memperkosa ibu), dan Lingagrahana (merusak tempat suci).

3. Panca Bahya Tusti
Adalah lima kemegahan (kepuasan) yang bersifat duniawi dan lahiriah semata-mata, yaitu Aryana artinya senang mengumpulkan harta kekayaan tanpa menghitung baik buruk dan dosa yang ditempuhnya; Raksasa artinya melindungi harta dengan jalan segala macam upaya; Ksaya artinya takut akan berkurangnya harta benda dan kesenangannya sehingga sifatnya seing menjadi kikir; Sangga artinya doyan mencari kekasih dan melakukan hubungan seksuil; dan Hingsa artinya doyan membunuh dan menyakiti hati makhluk lain.

4. Panca Wiparyaya
Adalah lima macam kesalahan yang sering dilakukan manusia tanpa disadari, sehingga akibatnya menimbulkan kesengsaraan, yaitu: Tamah artinya selalu mengharap-harapkan mendapatkan kenikmatan lahiriah. Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat kekuasaan dan kesaktian bathiniah.
 Maha Moha artinya selalu mengharap-harapkan agar dapat menguasai kenikmatan seperti yang tersebut dalam tamah dan moha; Tamisra artinya selelu berharap ingin mendapatkan kesenangan akhirat; dan Anda Tamisra artinya sangat berduka dengan sesuatu yang telah hilang.

5. Sad Ripu
Sad Ripu adalah enam jenis musuh yang timbul dari sifat-sifat manusia itu sendiri, yaitu Kama artinya sifat penuh nafsu indriya. Lobha artinya sifat loba dan serakah. Krodha artinya sifat kejam dan pemarah. Mada adalah sifat mabuk dan kegila-gilaan. Moha adalah sifat bingung dan angkuh, dan Matsarya adalah sifat dengki dan irihati.

6.Sad Atatayi
Adalah enam macam pembunuhan kejam, yaitu Agnida artinya membakar milik orang lain; Wisada artinya meracun orang lain; Atharwa artinya melakukan ilmu hitam; Sastraghna artinya mengamuk (merampok); Dratikrama artinya memperkosa kehormatan orang lain; Rajapisuna adalah suka memfitnah.

7. Sapta Timira
Sapta Timira adalah tujuh macam kegelapan pikiran yaitu:  Surupa artinya gelap atau mabuk karena ketampanan. Dhana artinya gelap atau mabuk karena kekayaan. Guna artinya gelap atau mabuk karena kepandaian. Kulina artinya gelap atau mabuk karena keturunan.   Yowana artinya gelap atau mabuk karena keremajaan. Kasuran artinya gelap atau mabuk karena kemenangan dan Sura artinya mabuk karena minuman keras.

8. Dasa Mala
Artinya adalah sepuluh macam sifat yang kotor. Sifat-sifat ini terdiri dari Tandri adalah orang sakit-sakitan; Kleda adalah orang yang berputus asa, Leja adalah orang yang tamak dan lekat cinta. Kuhaka adalah orang yang pemarah, congkak dan sombong.  Metraya adalah orang yang pandai berolok-olok supaya dapat mempengaruhi teman (seseorang).
 Megata adalah orang yang bersifat lain di mulut dan lain di hati, Ragastri adalah orang yang bermata keranjang. Kutila adalah orang penipu dan plintat-plintut. Bhaksa Bhuwana adalah orang yang suka menyiksa dan menyakiti sesama makhluk dan Kimburu adalah orang pendengki dan iri hati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar